Perlu Penguatan Visi Wisata Pulau Rupat
Visi pariwisata seharusnya dapat dituangkan didalam semua proses pembangunan di pulau ini, baik pada aspek perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian.
Teori Ekonomi Kebahagiaan Sejak Easterlin Paradox
Teori ekonomi kebahagiaan pertama kali mendapat perhatian luas setelah Richard Easterlin mengemukakan Easterlin Paradox pada tahun 1974.
Peradaban itu Berawal dari Arus Sungai Hingga Arus Informasi
Pradaban besar dunia pada masa awal sangat ditentukan oleh Sungai. Lihatlah peradaban Cina yang berawal dari sungai Kuning atau Hwang Ho, peradaban Eropa pula ditentukan oleh dua sungai yakni Eufrad dan Tigris.
Warisan Keulamaan H. Zainal Abidin Sungai Alam
Sebuah penelusuran awal trah keulamaan dan perjuangan dakwah Islam yang dijalankan oleh silsilah keturunan H. Zainal Abidin yang bermukim di desa Sungai Alam Bengkalis.
Fakta Tentang Batin Alam dan Awang Mahmuda
Sungai Alam terkuak sudah. Sebuah Kampung lama yang ada di pulau Bengkalis itu menyimpan misteri nama serta mitos yang selalu dikisahkan kepada setiap generasi.
Sabtu, 31 Desember 2016
"Tahun Baru"
Jumat, 30 Desember 2016
Nama, Karya dan " Sang Pendusta"
Nama merupakan entitas simbolik atas sebuah diri. Sehingga nama selalu melekat dengan sang pemilik nama tersebut. Dengan demikian, nama bukanlah sebatas pembeda seorang dengan orang lainnya. Meskipun ada nama yang sama. Namun nama seseorang selalu unik. Dan keunikan ini hanya dirasakan oleh sang pemilik nama tersehut.
Roro Begkalis-Pakning 30/12/16
Selasa, 27 Desember 2016
Karakter
Berbeda dengan amalan yang berproses menuju kepada karakter, pencitraan pula lebih kepada apa yang seharusnya ditampilkan. Karakter yang terlahir dari pencitraan pasti brsifat sementara dan semu. Orang dapat saja mencitrakan sebagai orang baik meskipun sesungguhnya dia adalah seorang yang buruk. Topeng karakter dari sebuah pencitraan ini mirip dengan lakonan.
Kamis, 15 Desember 2016
Logika Alakadar
Selasa, 13 Desember 2016
Takicuah di Nan Tarang
Takicuah di nantarang adalah ungkapan untuk mempersonifikasikan sebuah keadaan tertipu dalam keadaan yang tidak mungkin untuk tertipu. Bahkan boleh jadi mereka yang tertipu itu berada dalam sebuah permainan sang penipu. Istilah ini berbeda dengan "tetipu tegak" dalam terminologi Melayu. Tetipu tegak, jelas posisi siapa menipu siapa. Takicuah di nan
tarang, memperlihatkan betapa liciknya sang penipu itu.
Sang Penipu mampu menutup mata mereka yang ditipunya, sehingga meraka merasa tidak dalam sebuah tipuan. Bahkan sangking lihainya, mereka yang tertipu tidak sedikitpun mengaitkan segala kesulitan yang dialami dengan sang penipu. Bahkan sebaliknya semua kesulitan akibat tipuan itu dialirkan dengan mendefenisikan sosok baru yang sesungguhnya tidak ada kena-mengena dengan tipu-menipu itu.
Barang kali itu yang menginspirasi dari istilah "takicuh di nan tarang", disaat membaca begitu banyak status dan komentar-komentar dalam jejaring sosial, istilah ini layak untuk diketengahkan. Berapa banyak hari ini mereka yang masih terlelap dalam tidurnya, tengah bermimpi tetang indahnya kebersamaan dan kedamaian disaat setitik demi setitik dan sejengkal demi sejengkal kebebasan dan kedaulatan mereka sedang direnggut dan dikuasai.
Lihatlah, saksikanlah dan rasakan secara nyata, karena fenomena sosial itu bukan tetang filosofis-teoritis namun ianya adalah nyata dan ada dalam hidupan. Boleh saja dia dirumuskan menjadi sebuah konsep atau teori, namun kenyataan adalah kenyataan. Maka sentakkanlah selimut kejumutan itu, lihat kenyataan, darimana kejahatan? Darimana penghianatan bermula? Siapa yang menghabiskan semunya yang nyaris tidak meninggalkan sedikitpun untuk generasi anak cucu kita. Siapa yang meletakan dirinya diatas hukum, sehingga hukum tidak mempan buat mereka.
Alihkan mata penglihatan dari muara ke hulu, bukan dipermukaan tapi didalaman nun jauh didasar sana, maka pasti akan terlihat mana yang dicitrakan, dan mana yang sesungguhnya. Bangunlah dari tidur mu, tidak ada yang nyaman disana kecuali keterlenaan akibat sebuah keletihan. Letih mengayuh perahu rasionalitas yang senantiasa kalah dengan kenyataan. Letih menatang kebenaran yang ditumpahkan oleh kekuasaan. Letih mengawangi peradaban dan moral yang luluh lantak dimamah media.
Lantas, sudahlah jangan lagi menutupi secercah cahaya yang akan hadir untuk hari esok yang lebih baik. Jangan berkelit kelindan dengan bahasa dan gagasan yang menjulang kelangit. Jika tidak bersama mereka, maka beri laluan kepada mereka untuk membawa cahaya itu. Menghidupkan apa yang selama ini dimatikan. Mengumandangkan apa yang selama ini dibungkam.
Dumai, 13/12/16
Rabu, 07 Desember 2016
Hipokrit
![]() |
foto :http://onetrackmine.com/wp-content/uploads/2015/03/112.jpg |
Senin, 28 November 2016
Bandar Bakau (bagian 1)
Bandar Bakau dikelola oleh sebuah kelompok Pecinta Alam Bahari (PAB). Kelompok ini dinakhodai oleh seorang figur pejuang lingkungan yang juga pernah berkeliling Indonesia dengan berjalan kaki, yakni Darwis Mohamad Saleh. Sosok sederhana yang selalu mengenakan kaos itu, seakan menyatu dengan kawasan Badar Bakau ini, karene keseharian beliau berada disini dan bermastautin di tempat ini.
Darwis telah merubah kawasan yang dulunya menakutkan, kini menjadi kawasan kunjungan. Sebelumnya, tidak banyak masyarakat bersahabat dengan hutan Bakau, kecuali para nelayan dan suku-suku terbelakang seperti akit, orang utan dan suku laut. Bagi mereka hutan bakau adalah sumber kehidupan mereka. Namun bagi masyarakat sekitar yang sudah maju hutan bakau jarang dikunjungi karena memang sukar untuk memasuki kawasan ini sebab terdiri dari hamparan lumpur yang ditumbuhi oleh akar-akar kayu yang menonjol, sehingga sangat tidak mungkin untuk memasukinya jika tidak dengan tujuan-tujuan tertentu yang sangat penting. Ditambah lagi biasanya kawasan ini dipersepsikan angker, tempat bermukimnya segala makhluk-makhluk halus, serta yang lebih menakutkan lagi bahwa ditempat ini terdapat sejenis ular dengan ukuran yang kecil dan pendek, yang sangat ditakuti karena bisa nya dapat menyebabkan kematian, ular ini dinamakan "ular bakau".
Pada pertengahan oktober 2016, Tim LP2M IAI Tafaqquh Fiddin Dumai, berkesempatan mewawancarai Saudara Darwis Mohamad Saleh di kediamaannya di kawasan Bandar Bakau. Wawancara seputar PAB dan Bandar Bakau itu juga dihadiri oleh Pak Udin yang juga salah seorang pengurus PAB. Pada kesempatan itu dengan ekspresi yang berat bang Wes, panggilan akrab untuk Darwis Mohammad Saleh. banyak menjelaskan tetang konsidi PAB dan pengelolaan Bandar Bakau saat ini.
Dalam setiap doa, saya selalu berharap kiranya datangkanlah orang-orang yang punya kemampuan untuk mengurus kawasan ini, yakni ikut berfikir. Saya juga berfikir namun lebih kepada magrov dan hal-hal lainnya. Sementara bagaimana memodernkan kawasan ini dengan segala manajerialnya memerlukan orang-orang yang memiliki ketaqwaan kepada Allah SWT, tutur bang Wes. Kesimpulan bang Wes bahwa ketaqwaan menjadi ukuran utama bagi personil pengelola yang dia harapkan untuk Bandar Bakau tentu menarik perhatian.
Sangat beralasan mengapa bang Wes menuturkan persoalan ini. Dengan nada yang meninggi dia sempat menyatakan, "di PAB pengurus tidak semestinya hanya mengambil jabatan. Kalau orientasinya hanya itu, masih banyak jabatan-jabantan ditempat yang lain memiliki potensi dan bergengsi. Sementara disini kita perlu pengabdian dan kecintaan kepada lingkungan terutama Bandar Bakau ini", tegasnya sambil memandang kearah hamparan pepohonan bakau yang tubuh tersusun rapi.
Bang Wes menegaskan bahwa PAB memiliki arah langkah yang jelas untuk mengembangkan kawasan Bandar Bakau. Namun menurutnya, kelemahan utama PAB ada pada faktor menejerial. selain itu dia juga mengaku memang saat ini ada masaalah dengan penataan personil di kepengurusan PAB. "Saat ini saya mulai tegas dalam penataan personil di PAB", ungkap bang Wes. Dia juga mengakui bahwa manajemen yang berjalan saat ini sangat lemah. Tidak ada standar oprasional pengelolaan, sehingga Dia menyebutnya dengan "manajemen sorang-sorang, atau standar kampung".
Darwis mengharapkan kawasan ini mendapat hibah dari pemerintah pusat menjadi kawasan pengembangan budaya dan konservasi mangrov. Dia menuturkan bahwa menteri kehutanan pada waktu itu Zulkifli Hasan, pernah menyampaikan kepada mereka suapaya pemerintah kota Dumai dapat mengusulkan hibah kawasan ini kepada pemerintah pusat untuk tujuan tersebut.
Secara legalitas dalam pengelolaan Bandar Bakau, Darwis menjelaskan bahwa sampai saat ini mereka telah mengantongi akte notaris dan surat terdaftar dari Kesbangpol kota Dumai. Selain itu mereka juga memiliki dokumen-dokumen penghargaan atas kerja-kerja pengelolaan kawasan Bandar Bakau ini baik dari pemerintah Kota Dumai, provinsi sampailah tingkat nasional.
Bersambung.....
Sabtu, 19 November 2016
"Kota Industri itu bernama Dumai"
Namun terdapat pula cerita lainnya, yang menceritakan bahwa penamaan itu berawal dari sebuah pangkalan atau pelabuhan kecil yang berada di Sungai Sembilan. Dimana pelabuhan itu, pemiliknya bernama Umai. Umai selalu dipanggil masyarakat disana dengan De Umai. De adalah panggilan Melayu, yang awalnya adalah Ude atau Abang. Sehingga sangking seringnya pangkalan itu disebut De Umai maka lambat laun berubah menjadi Dumai.
Namun yang meraik adalah ketika memperkenalkan Dumai kepada orang yang belum pernah berkunjung ke kota ini. Biasanya, mereka selalu memplesetkan Dumai dengan "Dunia Maya" dan ada pula yang menyamakannya dengan "Dubai". Tidak ada masalah dengan plesetan tersebut karena bernilai positif . Ketika Dumai diplesetkan dengan dunia maya, ada harapan akan peningkatan kiranya kota ini disuatu masa nanti menjadi cyber city. Begitu juga ketika dia diplesetkan dengan Dubai, diharapkan dimasa depan kota ini akan berkembang peset setara dengan perkembangan kota Dubai yang berada di Timur Tengah saat ini.
Sebagai sebuah kota yang berada di bagian pinggang pulau Sumatera, posisi kota ini sangat strategis berhadapan langsung dengan selat Melaka. Dimana Selat ini merupakan selat dengan kepadatan pelayaran perniagaan dunia. Dengan letaknya yang strategis itu, Dumai berkembang sebagai kawasan pelabuhan, industri dan perdagangan. Terdapat banyak pelabuhan di kota ini baik yang dikelola oleh PT. Pelindo, pelabuhan khusus serta pelabuhan rakyat. Demikian juga dengan industri, telah berdiri industri pengolahan seperti bahan bakar minyak oleh PT Pertamina, pengolahan crude palm oil (CPO) serta pengolahan lainnya.
Kehadiran industri-industri itu telah merubah kota ini. Berawal dari sebuah kampung nelayan dengan penduduk asli Melayu yang beragama Islam, kini Dumai menjadi sebuah kota yang heterogen. terdapat berbagai suku dan agama yang hidup di kota ini. Selain suku Melayu, di kota ini juga terdapat suku Minang, Batak, Jawa, Bugis, Banjar, Madura serta suku-suku lainnya, serta juga tidak sedikit terdapat masyarakat China. Demikian pula dengan agama, selain Islam sebagai agama mayoritas, di kota ini juga terdapat agama Kristen, Katolik, Budha dan Hindu. Kepelbagain itu disebabkan oleh proses migrasi penduduk akibat daya tarik industri yang berkembang di kota ini.
Kehadiran industri di kota Dumai bukan saja berdampak pada heterogenitas penduk. Namun lebih jauh dari itu, industri di kota Duma juga menyebabkan pergeseran-pergesran dalam sosio budaya masyarakatnya. Struktur masyarak buruh pabrik, pelabuhan dan pengangkutan, merupakan struktur dominan masyarakat. Sementara para pemilik modal serta petinggi perusahaan berada di Jakarta, Medan bahkan Singapura, Malaysia dan kota-kota besar lainnya. Dengan demikian kota ini lebih dominan diwarnai oleh budaya dan psikologi buruh.
Dengan struktur sosial semacam itu menyebabkan perkembangan kota ini menjadi lamban dari sisi kebudayaan dan peradaban. Kemajuan peradaban dan budaya selalu diplopori oleh masyarakat lokal, dengan identitas budaya Melayu dan Tamaddun Islam. Namun malangnya pada kesempatan yang sama masyarakat lokal selalu kalah dengan persaingan ekonomi, sehingga sumberdaya ekonomi tidak dapat mereka kuasai, bahkan akibat keterpaksaan hidup, kini banyak aset-aset masyarakat lokal yang sudah berpindah tangan terutama pada pemilikan tanah dan properti.
Bagi masyarakat lokal perkembangan ekonomi kota Dumai tidak membahagiakan. Keadaan itu direspon secara sadar oleh masyarakat, bahkan pemerintah kota Dumai melalui perda kota Dumai nomor 10 tahun 2004 tentang porsi tenaga kerja lokal dan luar yakni berbanding 70 : 30, tujuh puluh persen untuk tempatan dan tiga puluh persen untuk tenaga kerja luar yang bekerja di kota Dumai. Perda itu tidak pernah terrealisasi. Namun ia menjadi saksi bahwa ekonomi kota ini tidak berada ditangan masyarakatnya. Sehingga untuk menjadi pekerja pada industri yang ada ditempat mereka harus mengemis dan perlu dorongan politis lokal melalui perda tersebut.
Sabtu, 20 Agustus 2016
Negara Bangsa : Sebuah Kontemplasi 71 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia
Kamis, 18 Agustus 2016
Negara Bangsa : Sebuah Kontemplasi 71 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia
Ibnu Khaldun menegaskan bahwa pase-pase perubahan sosial itu akan ditentukan oleh variabel ruang dan waktu, namun perubahan itu bersifat terus, kontinu dan siklus. Dengan paradigma inilah agaknya Kita dapat mengatakan bahwa "sejarah pasti berulang". Pengulangan sejarah menurut Ibnu Khaldun dapat terjadi dengan ciri dan karakter sosiologi yang sama. Paradigma ini mengantarkan kepada teori sejarahnya Ibnu Khaldun yang lebih melihat sejarah sebagi sebuah proses transmisi kerifan atas sebuah tamaddun manusia, pada tiap-tiap priodeisasi sejarah. Sementara Karl Marx, dengan pendekatan sosiologi konfliknya melihat sejarah sebagai pertentangan antar kelas.
Minggu, 07 Agustus 2016
Ontologi Diklat Penelitian
![]() |
Prof. Dr. H. M. Atho Mudzhar |
Metodologi penelitian menurut Prof Atho merupakan integrasi dari teori dan pengukuran realitas. Teori sosial menurutnya tidak ajek seperti pada pengetahuan kealaman. Sehingga beliau tidak terlalu menguatkan pada feodalitas teori yang mendefenisikan adanya grant, midle dan small teori. Menurutnya teori itu dapat saja berubah-rubah akibat dari perkembangan penelitian yang dilakukan dalam bidang kajian tersebut.
![]() |
Kualitatif jadi gini ya....."Mahal" |
![]() |
Bersama Dr. Molyamin Aini |
![]() |
Dr. Adlin Sila, MA |
![]() |
Dr. Fahriati |
Bersambung......
Sabtu, 16 April 2016
PARADIGMA BARU SEJARAH KOTA DUMAI
Penuturan sejarah satu kawasan, hendaklah memenuhi kaidah dalam konteks ilmu kesejarahan. Dalam bahasa Inggris, kata Sejarah berasal dari kata historia yang berarti masa lampau; masa lampau umat Manusia. Dalam bahasa Arab sejarah disebut dengan sajaratun (syajaroh) yang berarti pohon dan keturunan, maksudnya disaat kita membaca silsilah raja-raja akan tampak pohon dari yang terkecil sampai berkembang menjadi besar, maka hal tersebut sejarah diartikan sebagai silsilah keturunan raja-raja yang berarti peristiwa pemerintahan keluarga raja di masa lampau. Dapat dikatakan, bahwa sejarah bukanlah hanya sebuah cerita tentang masa lalu. Namun cerita itu harus dapat dibuktikan secara ilmiah, serta memiliki ketersambungan dengan kisah-kisah lainnya.
Sejarah kota Dumai masih misteri hingga saat ini. Legenda Putri Tujuh, selalu dianggap sebagai sejarah kota Dumai. Padahal, tidak terdapat benang mereh diantara legeda tersebut dengan sejarah kerajaan mana pun dikawasan ini, Sumatera apalagi nusantara. Kerajaan yang paling mungkin di hubungkan dengan kawasan ini adalah kerajaan Siak Sri Indra Pura yang bermula diabat ke 18 M, di Sungai Jantan Siak dan berakhir di Kota Siak sekarang pada abad 20 M. Namun dalam catatan sejarah kerajaan Siak, tidak terdapat satu pun bukti sejarah tentang legenda Putri Tujuh maupun kawasan ini kecuali menyangkut pemberian gran tanah kepada Datuk Laksemana Bukit Batu untuk perkebunan ubi dan industri tapioka di kawasan Bukit Datuk, dan itu pun terjadi pada abad ke 19M.
Bertutur tentang legenda Putri Tujuh, maka akan tersebutlah kerajaan Aceh kedalam cerita tersebut. Diceritakan bahwa seorang putra Raja Aceh yang ingin mempersunting putri tujuh serta hadirnya sosok“Umai” dari bangsa Jin yang menjadi ending cerita telah membunuh putra kerajaan Aceh tersebut dengan senjata buah bakau, maka tersebutlah kawasan itu dengan “Dumai”. Alur cerita ini tidak jauh berbeda dengan penuturan legenda Kerajaan Gasib, di Kota Gasib Siak dengan Putrinya yang bernama Putri Kaca Mayang. Legenda itu juga menceritakan prihal yang sama tentang lamaran Putra Mahkota Kerajaan Aceh, yang berakhir dengan konflik dan perperangan.
Wallah hua’lam, kedua kisah ini belum mampu terintegrasi dalam bingkai sejarah yang ada sampai dengan saat ini. Akan tetapi apa yang menarik adalah bahwa kedua legenda telah menuturkan tentang wujudnya kerajaan Aceh. Artinya secara ilmiah dapat disimpulkan bahwa pembawa kisah telah mendengar akan wujudnya sebuah kerajaan besar yang bernama Aceh. Ini membuktikan bahwa ada pengaruh Kerajaan Aceh dalam kesejarahan di kawasan Dumai.
Situs makam Datuk Kedondong terletak di kawasan pelabuhan Dock Yard Kelurahan Pangkalan Sesai Kota Dumai. Konon disebut makam Datuk Kedondong, karena didekat makam ini pernah tumbuh sebuah pohon kedondong besar. Tidak banyak catatan yang membahas tentang situs ini. Namun makam Datuk Kedondong sudah sangat lama dikenali oleh masyarakat sebagai makam keramat.
Apa yang menarik dari situs makam Datuk Kedondong adalah batu nisan pada makam tersebut. Batu nisan makam Datuk Kedondong setelah diteliti dari sisi bentuknya merupakan batu nisan Aceh. Dalam kajian tentang batu nisan Aceh, dijelaskan bahwa batu ini berkembang pada abad 15 sd 18 M. Dan batu tersebut merupakan tradisi kesenian yang telah tersebar dari wilayah Pattani (selatan Thailand), ke Malaysia, Indonesia, dan Brunei. Di Indonesia, jumlah “batu Aceh” mungkin lebih dari lima ribu buah. Di Semenanjung Melayu sendiri, sekitar 400 makam orang Islam yang ditandai dengan “batu Aceh” dapat ditemukan hingga sekarang. Diselatan Thailand dan di Brunei, jumlahnya beberapa puluhan buah (Otman Moh Yatim, 2009).
Adat kematian orang biasa tidak disebut dalam sumber-sumber lokal. Terdapat informasi ringkas dalam beberapa sumber Cina seperti Hai yü (1537), di mana tentang Melaka disebut bahwa orang miskin membakar mayat, juga demikian orang kaya tetapi sebelumnya jenazahnya diletakkan di dalam sebuah peti bersama kapur Barus (Groeneveldt, 1880: 128). Satu lagi sumber Cina, dari akhir abad ke-16 atau awal ke-17, juga mencatat bahwa semua mayat dibakar (ibid.: 135; Han Wai Toon, 1948: 31). John Davis, seorang pelaut yang berada di Aceh pada tahun 1599 mencatatkan bahwa orang biasa dikebumikan (Purchas (ed.), 1905: 321-322).
Teks Bustan al-Salatin juga memberikan beberapa perincian menarik tentang adat pemakaman raja dan tercatat di dalamnya bahwa sewaktu memerintah di Aceh, Sultan Iskandar Thani memutuskan mengirim batu nisan ke Pahang untuk makam-makam kerabat baginda. Selain itu, terdapat juga beberapa informasi mengenai batu nisan sesudah kemangkatan Sultan Iskandar Thani di Aceh pada tahun 1641, termasuk perhiasan berbentuk lapisan emas dan batu permata (Nuruddin al-Raniri, 1992: 45-46). Bustan al-Salatin siap tertulis oleh Nuruddin al-Raniri pada tahun 1640 (1050 H.)( ibid.: xiv) yaitu 139 tahun sebelum teks Adat Raja-raja Melayu.
Dari catatan sejarah nisan aceh diatas, menyangkut makam Datuk Kedondong bila terbukti bahwa nisan pada makam tersebyt adalah batu Aceh, sebagaimana bentuknya, maka paling tidak dapat ditarik dua kesimpulan. Pertama, bahwa orang yang ada didalam makam tersebut adalah orang-orang besar baik dari kalangan raja-raja, alim ulama, keluarga dan keturunannya. Kedua, bahwa makam tersebut ada pada rentang abad ke 15 sd 18 M.
![]() |
Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si M.Phil Menyampaikan Orasi Paradigma Baru Sejarah Kota Dumai |
Sejarah menyangkut kerajaan Aceh sangat panjang, karena kerajaan ini merupakan salah satu epayer terbesar di nusantara. Tidak ada catatan yang membuktikan bahwa Aceh pernah berkuasa pada kawasan-kawasan di pantai timur Sumatera, karena dikawasan ini terdapat sebuah kerajaan besar yakni kerajaan Haru di Sumatera utara, serta sejarah juga mencatat bahwa kawasan pantai timur Sumatera dikawal oleh empayer Johor.
Namun hubungannya dengan keberadaan kawasan Dumai akan sangat masuk akal bila dikaitkan dengan gencarnya Aceh Menyerang Malaka pada (tahun 1537, 1547, 1568, 1573, 1575, 1582, 1587, 1606). Penyerangan Aceh terhadap Melaka pada tahun tersebut berawal dari jatuhnya kerajaan Melaka ke tangan Portugis pada tahun 1511. Banyak sejarawan yang menyimpulkan gigihnya Aceh dalam menyerang Melaka hanya disebabkan oleh penguasaan perdagangan di kawasan Selat Melaka.
Terlepas dari itu, apa yang menarik adalah bahwa serangan Aceh terhadap Portugis di Malaka dilakukan dalam jarak waktu yang sangat rapat. Dengan jarak georafis Aceh ke Malaka yang sangat jauh, sudah banyak tentu Tentara-tentara Laut Aceh memerlukan kawasan berdekatan untuk membuat pangkalan-pangkalan sementara atau bangsal. Jika dilihat dari sisi geografis maka kawasan yang paling mungkin dan tidak berhadapan langsung dengan kawasan Malaka itu adalah kawasan Dumai. Jika hipotesis ini benar, maka sangat memungkinkan untuk mengaitkan kejadian sejarah ini dengan penamaan beberapa kawasan di kota Dumai, seperti Pangkalan Sesai dan Bangsal Aceh.
Artinya boleh jadi kawasan-kawasan ini pada waktu itu dijadikan sebagai pangkalan sementara oleh Pasukan Aceh ketika mereka dipukul mundur oleh Portugis. Sangat masuk akal, dengan jarak waktu penyerangan yang sempit seperti itu dan dengan jarak tempuh Aceh-Malaka yang cukup jauh dengan kondisi sarana transportasi laut saat itu, mereka tidak kembali kenegerinya di Aceh, namun melakukan persiapan-persiapan dan pemulihan kekuatan tentaranya di kawasan Dumai. Sejarah memang belum pernah melakukan pencatatan tentang ini namun wujudnya nama kawasan Bangsal Aceh, Pangkalan Sesai serta Makam Datuk Kedondong merupakan bukti-bukti awal yang sangat berkonstribusi dalam menyingkap sejarah kawasan Dumai diabad 15 sd 18 M yang lalu.
Dicuri Sang Kapitalis
![]() |
Gambar: animasi diambil dari http://indoprogress.com/ |