(Bagian 1)
Perubahsan sosial
merupakan sebuah teori dalam sisiologi yang untuk pertama kalinya dikemukakan
oleh Ibnu Khaldun. Konsep ini menjelaskan hasil pengamatannya terhadap bangsa Badui
yang hidup di gurun pasir secara berpindah-pindah di jazirah Arab. Menurutnya,
perubahan social pada masyarakat Badui itu melalui empat pase yakni pase perjuangan
merebut kekuasan, pase mempertahankan kekuasaan. Pase kejayaan dan terakhir
pase kejatuhan kekuasaan.
Ibnu Khaldun menegaskan bahwa pase-pase perubahan sosial itu akan ditentukan oleh variabel ruang dan waktu, namun perubahan itu bersifat terus, kontinu dan siklus. Dengan paradigma inilah agaknya Kita dapat mengatakan bahwa "sejarah pasti berulang". Pengulangan sejarah menurut Ibnu Khaldun dapat terjadi dengan ciri dan karakter sosiologi yang sama. Paradigma ini mengantarkan kepada teori sejarahnya Ibnu Khaldun yang lebih melihat sejarah sebagi sebuah proses transmisi kerifan atas sebuah tamaddun manusia, pada tiap-tiap priodeisasi sejarah. Sementara Karl Marx, dengan pendekatan sosiologi konfliknya melihat sejarah sebagai pertentangan antar kelas.
Adalah negara bangsa (nation state) yang merupakan proses
perubahan sosial dari imprialisme dan kolonialisme. Negara bangsa lahir dari
sebuah gagasan “kemerdekaan”. Gagasan ini merupakan negasi dari
“penjajahan”. Penguasaan satu bangsa terhadap bangsa lain adalah bentuk dari
penjajahan. Imprialisme dan kolonialisme dalam konteks negara bangsa adalah
penjajahan. Maka negara-negara bangsa harus keluar dari kedua kondisi tersebut
jika ingin menjadi merdeka. Namun sudah sejauh mana negara-negara bangsa yang
telah mendeklarasikan kemerdekaannya itu telah terbebas dari kedua penguasaan
tersebut adalah sebuah kenyataan pahit bagi banyak negara-negara bangsa di
dunia.
Tidak sedikit negara
bangsa yang lahir hanya sebagai proses salin baju menuju kepada penjajahan baru. Ini sebuah keniscayaan, ketika negara bangsa lahir bukan berarti
imprialisme mati. Imprialisme terus hidup dalam berbagai bentuk baru. Memanglah
dia tidak mungkin lagi berwujud seperti empayer Romawi dan Persia. Tapi
kehadirannya masuk dalam sendi kehidupan masyarakat dunia baik pada sektor ekonomi,
sosial maupun budaya.
Kita merdeka secara
toritorial, namun terjajah dari sisi ekonomi, disaat negara nyaris tidak
memiliki kewenangan sedikitpun mengatur ekonomi guna menyelamatkan masyarakat
kecil. Sebagaiman tujuan awalnya mensejahterakan kehidupan rakyat. Bahkan negara
terpaksa menguras keringat rakyatnya melalu pajak, serta pungutan lain seperti
BPJS hanya sebuah alasan fiscal. Dan dengan alasan fiscal juga negara dipaksa
menerima kejahatan dari pemilik modal besar yang bertahun-tahun tidak mau
membayar pajak, namun terlindungi oleh oknum-oknum atas nama negara juga dengan
melakukan pengampunan pajak.
Belum lagi banyak negara bangsa yang harus menerima kenyataan bergantung harap dengan mata uang yang tidak pernah berhenti dengan inflasi. Kenyataannya bahwa defisa negara, perdagangan luar negri, hutang luar negeri serta transaksi internasional lainnya harus mengunakan Dolar Amerika. maka wajar saja bila inflasi di Zimbabwe mencapai 500 milliar persen pada tahun 2008.
Selain itu, negara bangsa juga
sangat rentan dengan pergeseran sosial budaya akibat penetrasi budaya luar yang
dikomunikasikan secara masal serta disosialisasikan dengan segala kecanggihan
teknologi informasi. Sistem pendidikan sebagai benteng penetrasi kebudayaan di
bayak negara bangsa seperti tidak cukup
ampuh untuk menangkal perubahan tersebut. Akibatnya tidak sedikit negara-nagara
bangsa yang gagal dalam menanamkan semangat kebangsaanya.