Sabtu, 27 Mei 2023 | By: SahabatRiau

Fakta Tentang Batin Alam

Kronik Sungai Alam terkuak sudah. Sebuah Kampung lama yang ada di pulau Bengkalis itu menyimpan misteri nama serta mitos yang selalu dikisahkan kepada setiap generasi. Dalam penuturannya maka hadirnya sosok Batin Alam, Mak Sikancing serta Awang Mahmuda yang menjadi legenda dalam kisah asal usul desa Sungai Alam itu yang selama ini belumdapat terungkap melalui sebuahn fakta sejarah. Meskipun baik Hikayat Siak maupun catatatan sejarah lainnya sempat menyebut adanya Bathin dipulau Bengkalis pada kurun Abat ke 15 sd 18 tersebut.

Pulau yang setrategis diera niaga pra kolonialis itu, didiami oleh orang selat demikian hikayat Melayu dan Siak menuturkan. Masyarakat dipulau itu dikepalai oleh beberapa orang Bathin. Alkisah tersebutlah seorang Batin di pulau ini dengan sebutan Batin Alam, mitos dan legenda kesaktiannya dikabarkan dari generasi kegenerasi sebagai seorang tokoh hebat yang tinggal dikampung yang terhubung oleh sebatang sungai menuju kelaut. Sangking populernya tokoh tersebut sehingga sungai itu dinamakan Sungai Alam. Kisah legenda keperkasaan Batin Alam ini, sudah lama menjadi cerita dari mulut kemulut yang belum memiliki fakta sejarah yang dapat mengokohkannya. 

Sampailah pada beberapa waktu yang lalau disaat penulis menekuni kajian "sejarah perdagangan awal selat Melaka". kajian kesejarahan serta fakta-faktar tentang eksistensi pulau-pulau sepannjang garis pantai  Selat Melaka menjadi menarik untuk diamati terutama pulau Bengkalis dan Rupat. Dalam proses pengumpulan data, tiba-tiba penulis menemukan sebuah dokumen lama berupa kliping koran yang diterbitkan di Belanda berkisar tahun Sept 1867 sebagaimana gabar dibawah ini:

Pada paragraf 2 sebelah kanan artikel ini menyebutkan tentang Batin, jika ditulis kembali maka dapat dituliskan sebagai berikut :

Naarmate zij wies, nam de toeloop van volk toe inzonderheid daar Marlimou, en wel zoodanig, dai Batin Alam zich weldra genoodzaakt zag daar tij delijk een bandar (sjahbandar) aan te stellen. Daartoe werd aangewesen een bit Pagoeroejoeng geboortig, doch te Merbau woonachtig persoon, wien de gelar Werd toegekend van : Bandar Sendrak.” Deze zou de cerste Bandar van Bengkalis zijn geweeet.

Met de toename van het aantal immigranten steeg ook de urgentie tot aanstolling van meerdero Batins, waartoe, naa verluidi, Intje Timah. later meer be kend onder de gelar van Djandjang Radja (de eerste hantoe troeboek), den stoot zou hobben gegeven. Mij werd terzaker het volgende verhaal gedaan:

 Sialang Laoet was een man die er behagen in vond kandoeris (offermaalfeestan) te geven. Zoo gebeurde 't dat door hem een kandoeris werd geor ganiseerd, die twee maanden had geduurd. enwaaraan vale menschen  doelaamen. Gedurende dit offerfeest nu, at plaats vond In een bovon het wateroppervlak van de Brouwerstraat, aan de koewala der Soengei Alam, gebonwde bangsal

yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia;

Seiring pertumbuhannya, masuknya orang meningkat, terutama di Marlimou, dan sedemikian rupa sehingga Batin Alam segera terpaksa menunjuk sementara seorang bandar (shahbandar) di sana. Untuk itu, lahirlah seorang Pagoeroejoeng kecil yang tinggal di Merbau, yang dianugerahi gelar: Bandar Sendrak.” Ini akan menjadi Bandar Bengkalis pertama.

Dengan bertambahnya jumlah pendatang, urgensi untuk memantapkan beberapa Batin juga meningkat, salah satunya menurut laporan Intje Timah. kemudian lebih dikenal dengan gelar Djandjang Radja (hantu trouboek pertama), pukulan akan diberikan. Kisah berikut diceritakan kepada saya:

Sialang Laut adalah orang yang senang memberikan kanduris (pesta kurban). Kebetulan dia mengorganisir kanduery yang berlangsung selama dua bulan. dan yang disebut pria pucat. Sekarang selama pesta kurban ini, yang berlangsung di bagian atas permukaan air Brouwerstraat, di kuwala Alam Soengei, bangsal dibangun

Paling tidak catatan diatas menjelaskan bahwa Batin Alam bukan dongen, bahkan beliaulah yang menunjuk datuk Bandar pertama di Pulau Bengkalis serta hadirnya sosok peria pucat yang disebut "Sialang Laut" yang sangat dermawan yang melaksanakan kenduri di kuala Sungai Alam selama dua bulan penuh. kisah ini tentu memerlukan analisis serta memerlukan dukungan fakta lainnya atau kronik-kronik sejarah yang mendukung fakta tersebut. Namun apa yang pasti bahwa sebagai sebuah kampung lama Sungai Alam merupakan wujud dari sejarah atas pulau yang pernah diperebuatkan oleh berbagai kekuatan diera niaga selat Melaka.

Catatan, HM.Rizal Akbar 28/05/2023

Sabtu, 29 April 2023 | By: SahabatRiau

Riau Pesisir dan "Ketamaddunan Melayu Bahari"

Perjuangan pemekaran wilayah Provinsi Riau Pesisir bukan tanpa alasan. Wacana yang dihembuskan dari berbagai tokoh terutama yang berkepentingan dengan wilayah eks Kabupaten Bengkalis yang memghampar disepanjang pesisir Selat Melaka dari Kepulauan Meranti hingga Rokan Hilir ini mengemukakan adanya Ketimpangan pembangunan, prioritas pembangunan, keunggulan serta homogenitas kultur serta struktur sosial ekonomi masyarakat sebagai alasan yang dilontarkan. 

Namun lebih jauh dari itu terdapat alasan filosofis kesejarahan yang penting ketika membahasan pemekaran wilayah Riau Pesisir yakni mengembalikan semangat "Ketamadunan Melayu Bahari" dengan Selat Melaka sebagai objek utama yang mengilhami peradaban tersebut. Internasionalisasi ekonomi yang pernah dijalankan masyarakat dikawasan ini sejak Masa Kerajaan Koying diawal Abad Pertama, Kegemilangan Sriwijaya di Abad ke 6 yang dilanjutkan oleh Kemasyhuran Melaka di Abad ke 14 sampailah Kerajaan Siak diabad ke 18 semuanya menjadikan kawasan hamparan pesisiran timur sumatera eks Kabupaten Bengkalis itu sebagi tumpuan utama ekonominya, yang ditopang pula oleh tiga suangai utama yakni, Sungai Kampar, Siak dan Rokan.

Sementara pulau-pulau yang berjejer disepanjang hamparan itu menjadi entri point serta penghubung utama menuju ke daratan besar Asia melalui semenanjung Malaysia. Perdangan-perdangan itu mengalir dan terhubung dengan pusaran ekonomi dunia melintasi jalur sutra dari Cina dan India serta menyebar ke Jazirah Arab dan Erofa. Disanalah pembentukan peradaban itu terjadi sehingga Melayu menjadi utama dalam bahasa, adat istiadat  serta ketamaddunannya. Semuanya terjadi dihamparan kawasan itu yang kini sedang diperjuangkan dalam entitas Provinsi Riau Pesisir. 

#Dr.Rizal Akbar
Bacalon DPD RI dari Riau 2024
30 April 2023


Selasa, 18 April 2023 | By: SahabatRiau

"Lampu Colok" Budaya Akhir Ramadhan Pesisir Selat Melaka

Ketika 26 Ramadhan dan malamnya 27 Ramadhan yang juga disebut malam "Tujuh Likur", sebuah istilah jawa yang populer pada masyarakat Melayu pesisir Selat Melaka, terutama Bengkalis, Dumai, Kepulauan Meranti menjadikan malam tujuh likut itu sebagai malam yang ditunggu-tunggu, sebab pada malam tersebut pelita-pelita dinyalakan kampung-kampung Melayu pesisir Selat Melaka terang benderang oleh cahaya pelita-pelita yang disusun membentuk formasi tertentu yang eksotis dengan keindahan yang luarbiasa dan mereka menyebutnya dengan "Lampu Colok".

Berawal dari upaya menerangi jalan menuju Masjid dan Mushalla, dalam rangka meningkatkan ibdah diakhir-akhir Ramadhan yang memiliki nilai pahala yang melimpah ditambah dengan hadirnya satu malam pada rentang itu yang  pahalanya bagi orang beribadah pada malam tersebut sama dengan 1000 bulan. Malam itu disebut dengan malam Lailatut Qadar. Mativasi ibadah yang tinggi pada malam-malam yang gelap dipenggujung bulan tersebut menyebabkan  para ulama kampung pesisir selat Melaka pada masa itu berinisiatif untuk menerangi kampung terutama jalan-jalan menuju Masjid dan Mushala serta perkarangan Rumah dengan  memasang pelita yang berbahan bakar minyak tanah, maklum pada masa itu jaringan listrik belum tersedia.

Pemasangan pelita-pelita itu pada mulanya selain sebagaimana tujuan diatas, namun berkembang pula mitos bahwa penerangan jalan serta perkarangan rumah berkaitan dengan kepercayaan bahawa diakhir-akhir Ramadhan itu, arwah orang-orang tercinta yang telah berpulang kerahmatullah, akan kembali mengunjungi keluarganya. Sehinga diperluka  penerang jalan sehingga mereka tidak kesulitan menemui kediaman-kediaman dulu semasa hidupnya. Mitos ini diera 80an kebahwah sangat diyakini oleh masyarakat yang pada masa itu lebih bercorak Islam spritual. Namun tidak untuk saat ini dimana masyarakat muslim yang sudah sangat rasional. 

Mitos kembalinya arwah dimalam akhir-akhir Ramadhan sepertinya dikisahkan dengan tujuan yang juga berkaitan dengan ketaatan dan memperbanyak amal shaleh keluarga, dengan motivasi bahwa amal ibadah tersebut sangat disukai oleh para penghuni kubur. Sehingga jika ahli keluarga mencintai kawlanya yang telah meninggal maka mereka harus memperbanyak amal ibdah jelang akhir-akhir Ramadhan. 

Lampu Colok awalnya belum ada formasi bentuk-bentuk yang mengambarkan masjid atau yang lainnya dari pemasangan pelita tersebut. Di era 80an kebawah pelita-pelita itu disebar dengan mengunakan penahan kayu dengan bagian atasnya diberi alas untuk meletakan pelita dan ada juga yang mengunakan paku untuk menyangkut pelita. 

Pelita pada awalnya terbuat dari botol kaca bekas, dan selanjutnya juga digunakan bekas kaleng minuman kemasan. Namun ada pula yang mengunakan bambu atau buluh, baik yang dipacakkan langsung ketanah maupun dibuat formasi Melintang dengan sumbu yang berjejer dipermukaannya.

Akibat dari hidupnya lampu-lampu yang banyak dimalam hari sejak 27 Ramadhan sampai dengan malam 1 Sawal itu, menarik perhatian bagi masyarakat untuk keluar rumah untuk menikmati cahaya lampu tersebut. Kemerihan itu lama- kelamaan  menyebabkan Colok menjadi cita rasa budaya tersendiri bagi kawasan pesisir selat Melaka jelang Idul Fitri setiap tahunnya. 

27 Ramadhan 1444 H
H. M. Rizal Akbar
Senin, 20 Maret 2023 | By: SahabatRiau

Berjalan Menuju Pangkal

Ahad, 19 Maret 2023, bertepatan 26 Syaban 1444 H. Kami melakukan perjalanan untuk menuju "pangkal jalan". Perjalanan di mulai dari Dumai menuju Siak dengan hajat berziarah ke Makam Raja Kecil atau Sultan Abdul Jalil Syah, atau Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I di Buantan Langkai Siak dan direncakan dilanjutkan ke Makam Andanya Tengku Buang Asmara atau Sultan Mahmud Abdul Jalil Musyafar Syah di Mempura. 
Ziarah ini merupakan bagian dari perjalanan spritual dan napak tilas ketamaddunan Melayu yang pernah jaya dimasa Silam, yang diinpirasi dari membaca "Hikayat Siak". 

Menggunakan transportasi Mobil Inova, bergerak dari pukul 7,30 wib dan pada pukul 10,27 singgah di Suangai Pakning Untuk Istirahat dan ngopi di kedai Kopi 99 jalan lintas Sungai Pakning Siak. 

Kami sampai di Makam Marhum Buantan Raja Kecil sekitar pukul 12,30 ternyata disana sudah banyak rombongan penziarah. Kami sempat sempat menyapa rombongan penziarah yang mengaku dari  LAZISNU Ukui Kabupaten Pelalawan serta Rombongan salah satu Pasantren NU di Siak Kecil Kabupaten Bengkalis. 

Makam Raja Kecil terawat dengan baik, dengan kondisi sana-sini bersih. Terdapat pula Dua makam lain disisi kiri makam tersebut yang boleh jadi salah satu dari makam itu adalah makam Istri tercinta baginda yakni Tun Kamariah putri bungsu dari Datuk Bendahara.

Raja Kecil yang merupakan Sultan ke 12 yang memerintah Kerajaan Johor dan Sultan Pertama Siak sejak tahun 1723 sd 1746 itu adalah seorang Raja yang gagah berani, tangguh dan selalu memimpin perperangan baik sebelum maupun setelah dinobatkan sebagai Raja. Titisan Darah Iskandar Zulkarnain sebagaimna dikisahkan dalam Hikayat Siak dan Tufat Annafis, benar-benar menyatu dalam jiwa kepatriotisme belaiau maupun anak keturunannya dimasa berikutnya.

Setelah membacakan tahtim, tahlil dan Doa di Makam tersebut perjalanan dilanjutkan dengan Istirahat Sholat dan makan siang. Masih disekitar Desa Lankai pada sebuah belokan jalan litas Siak ada sebuah Masjid terbuka yang didirikan pada tahun 2007 bernama Baitulrahman yang selalu ramai dengan para Musafir yang singgah untuk istirahat dan Sholat. Disanalah rombongan melaksanakan Sholat Zuhur yang dijamakkan dengan Asyar. Selesai melaksankan Sholat, makan siang di Kedai Sop Fauzan yang hanya 100 Meter dari masjid tersebut kearah menuju Bunga Raya. 

Meski dipandu Google Map, perjalanan menuju Makam  Tengku Buang Asmara atau Sultan Mahmud Abdul Jalil Musyaffar Syah yang merupakan sulatan kedua Siak tahun  1746-1760 tidak mudah ditemui. Rupanya makam tersebut berada di Desa Wisata Kampung Melayu Mempura seberang Istana melalui jambatan Siak Tengku Agung Sultanah Latifah yang megah membentang menghubungkan antara kawasan Istana Asserayah Asyimiah dengan Mempura, dua kawasan yang penting dikota Ini. 

Sepanjang jalan dan jembatan berjejer boleho berukuran besar dan kecil yang bergambarkan sketsa wajah Tengku Buang Asmara dengan narasi mohon doa dan Dukungannya Tengku Buang Asmara Sultan Siak Ke 2 sebagai pahlawan Nasional dari Riau.

Sebagaimana dikabarkan bahwa pemerintah kabupaten Siak telah mengusulkan Tengku Buang Asmara sebagai pahlawan Nasional yang telah diusulkan oleh Pemerintah Kabupaten siak dan Provinsi Riau pada awal  2023 Silam, dan proses pengalian sejarahnya dilakuka  sejak tahun 2019 oleh pemerintah Kabupaten Siak. 

Kami tiba dimakam Tengku Buang Asmara sekitar pukul 14,20 Wib. Suasana makam sudah terawat dengan baik namun makam Tengku tidak semegah Ayahandanya Raja Kecil di Langkai. Makam Tengku Buang Asmara di Mempura sepertinya masih perlu penataan dari pemerintah supaya terkesan nyaman untuk dikunjungi dan diziarahi oleh para pengunjung. Seperti halnya makam marhum Buantan, makam Tengku Buang Asmara juga tidak memiliki banyak informasi dan literasi yang dapat memahamkan generasi pada tokoh yang ada. 

Setelah melantunkan Doa dipusara Marhum Mempura dengan mengharap kepada Allah SWT kiranya perjuangan untuk menjadikan marhum Mempura sebagai Pahlawan Nasional dimudahkan oleh Allah SWT, perjalanan dilanjutkan menuju kawasan kuliner dipinggir sungai siak dikawasan Istana. Disini kami ditemani rekan Iskandar. Seorang pengiat kebudayaan dan kesejarahan Siak. 

Dalam bualan santai Iskandar menyampaikan berbagai hal terkait  kesejarahan dan perjuangannya dalam mengali sejarah dan kebudayaan di Siak. Banyak hal dalam kesejarahan siak yang beliau kemukakan namun yang menarik dari apa yang disampaikannya adalah terkait dengan Kerjaan "Gasib". Iskandar mengungkapkan bahwa kerajaan ininpunya sangkut paut yang erat dengan kisah Sultan Mahmud Mangkat di Julang yang dibunuh oleh Megat Sri Rama. Dia mengaitkan Megat Sri Rama dengan Megat Kudu yang dikisahlan sebagai Raja terakhir Kerajaan Gasib. Bahkan menurutnya kerajaan Perak Memiliki silsilah dekat dengan kerajaan Gasib ini. Wallohu a'lam bissawab. 

Ditulis Oleh : Dr. H. M. Rizal Akbar, M. Phil



Senin, 12 September 2022 | By: SahabatRiau

Tetap Melangkah

Terkadang kesulitan memasung rasa dan keinginan. Kegagagalan serta hambatan menghalangi pandangan. Padahal masa depan adalah tetang gabungan dari semua yang diupayakan dan bukan hanya tetang kemudahan yang pernah diraih. 

Berapa banyak yang tenggelam dalam kemudahan sesaat yang mengaburkan. Dan tidak sedikit pula yang jatuh pada kekecewaan yang tiada bertepi. 

Jalan hidup adalah tentang bagaimana kita menyulamnya dalam suka dan duka. Dalam harapan yang terus dipompakan. Dalam jalan-jalan sempit yang penuh kepentingan, dalam cinta yang menjadi semangat perjuangan. 

Madah, Diusiaku 48 thn
Kamis, 03 Maret 2022 | By: SahabatRiau

Perlu Penguatan Visi Wisata Pulau Rupat

Sejak terakhir beberapa tahun lalu mengunjungi pulau ini, Rupat kembali ku kunjungi namun kali ini melintasi perjalanan darat yang panjang yakni dari Tanjung Kapal sampai ke Tanjung Medang. 

Kunjungan kali ini menyertakan rekan2 Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai, Roza'i Rektor, Faisal Wakil Rektor,  Dawami, Ketua LPM dan lainnya yang kesemuanya rombongan berjumlah 15 orang termasuk sopir Minibus DPRD Dumai sebagai transportasi Rombongan. 

Jika ditilik dari wawasan 2020 dimasa lalu, sejak 90an bahkan jauh sebelum itu Rupat sudah digadang-gadangkan sebagai kawasan pariwisata pantai yang akan melampaui pulau Bali. Kondisi alam dimana pantai pasir yang panjang dan luas membentang di kawasan Rupat Utara, sangat menjanjikan bahwa Pulau ini layak dikunjungi oleh pengunjung nasional maupun manca negara. 

Pembangunan wisata Rupat  sebagai mana harapan itu, telah pula berjalan dan Rupat mulai dikunjungi meskipun saat ini masih bertaraf lokal. Hadirnya fasiltas jalan  yang membentang hingga ke destinasi wisata, Roro penyebrang Dumai-Rupat, berdirinya Home stay serta penunjang lainnya. Semuanya menandakan proses pembentukan kawasan ini menjadi kawasan Destinasi Wisata di Riau sedang berjalan. 

Namun beberapa catatan yang mungkin memberikan percepatan dalam proses pembangunan tersebut dapat saya ungkapka  pada tulisan ini sebagai berikut:

Pertama, penguatan visi dan misi pariwisata Rupat. Sebagai salah satu industri yang menopang pertumbuhan industri pariwisata memiliki kekhasan dalam pengembangannya. Kondisi dimana saat ini, sektor pertanian terutama sawit hari ini masih menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi Pulau Rupat serta ekonomi masyarakatnya. Kerusakan jalan akibat pengangkutan sawit dalam tonase besar, macetnya antrian Roro yang dipenuhi mobil angkutan sawit, merupakan antitesa dari wisata. Ditambah pula tata kelola pelabuhan Roro yang kurang profesional menyebabkan kenyamanan pengunjung Pulau Rupat menjadi sangat terganngu. 

Visi pariwisata seharusnya dapat dituangkan didalam semua proses pembangunan di pulau ini, baik pada aspek perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian. Posisi tanjung Kapal, meskipun merupakan titik terdekat dengan Dumai, agaknya perlu dievaluasi kembali karena memiliki rentang perjalanan darat yang terlalu jauh dengan destinasi pariwisata, akibatnya pembangunan infrastruktur, Jalan dan jembatan yang membentang dari pelabuhan Roro ke Destinasi Wisata menjadi sangat panjang. Menyebabkan perlu  dana yang sangat besar untuk membiayai pembangunan dan perawatanya. Bila orientasinya adalah pariwisata maka, pelabuhan Roro disisi Rupat dibangun di kawasan yang dekat dengan Destinasi Wisata. Sehingga para pengunjung tidak kelelahan untuk mencapai kawasan wisata. 

Semua pihak pemerintah setempat, sektor pendukung serta masyarakat sedapat mungkin difahamkan dengan visi dan misi pengembangan wisata di Pulau ini, sehingga  turut berbenah dalam memberikan pelayanan maupun terlibat dalam semua usaha ekonomis yang menunjang induatri pariwisata. Upaya sosialisasi dilaksankan dengan melibatkan semua stake holder, pemuda, LSM, perangkat Desa, Tokoh Adat dan Agama. Dengan demikian resistensi sosial dapat dihindari serta tata nilai adat dan agama yang me unjang industri pariwisata Rupat dapat terumuskan dengan baik. 

Penulis: H. M. Rizal Akbar