Orang Melayu
memiliki padanan kata yang banyak untuk mendefenisikan berbagai peristiwa.
Peritilahan yang digunakan memiliki ruh tersendiri yang cukup kuat untuk
menyentak rasa. Tidak jarang
ungkapan-ungkapan itu terkesan hiperbola, atau penekanan bunyi dengan
ekspresi tertentu.
Citarasa
kata dalam ungkapan melayu akan bergeser, sesuai dengan bagaimana iayanya
diungkapkan, sebagi contoh kata anjing hanya menunjukan seekor binatang yang
bernama anjing namun bila diungkapkan dengan “hanjing”, maka ini menandakan
bahwa sang penutur sedang dalam emosi kemarahan yang memuncak.
Begitu pula halnya
dengan ungkapan kusut. Jika ungkapan ini ditambah dengan masai, “kusut masai”,
maka iya merupakan personifikasi atas satu kesulitan yang nyaris tak dapat
diungkai lagi. Tidak mungkin menemukan punca dan pangkal persoalan, itulah “kusut
masai”. Orang Melayu menggunakan ungkapan ini pada kondisi yang teramat sukar.
Awalnya ungkapan ini dikenakan pada rambut yang berantakan. Namun berkembang
menjadi ungkapan yang bersifat umum untuk menggambarkan berbagai fenomena
sosial.
“Kusut masai”
sangat kontrofersial dengan ungkapan “ bagaikan menarik rambut di dalam tepung”.
Karena tidak mungkin lagi mengharapkan rambut yang tidak putus dan tepung yang tidak berserakan
dalam kondisi yang kusut masai. Sehingga ungkapan lain yang sepadan dengannya
adalah “bercelaru, lintang pukang atau carut marut.
Dalam konteks
sosiologi kusut masai dalam filologi Melayu itu, dapat juga disandingkan dengan
kata “krisis”. Karena krisis merupakan bagian dari konflik atau pertentangan
diantara das sain and das sollen. Namun krisis merupakan bentuk konflik
tertinggi setelah problematik dan dilemmatik. Pendekatan sosiologi
menyangkut krisis, hanya menganjurkan upaya yang bersifat radikal dalam
mengatasi krisis. Karena krisis dianalogikan seperti kangker ganas yang menyerang organ tubuh
sehingga penanganannya perlu dengan
amputasi.
Barangkali
kita sedang berada ditengah kusut masi itu. Ketika sangat sukar untuk merasionalisasikan
kehidupan, yang seharusnya rasional. Banyak
pristiwa yang kadang-kadang diluar akal sehat kita terjadi. Banyak keputusan
yang tidak masuk akal, diputuskan. Rasionalitas kini harus digeser kepada doktrinitas.
Maka kini bermunculanlah dokrit politik, doktrin ekonomi dan dokrin pendidikan.
Agama yang
seyokyanya menjadi agen doktrin kini mulai ditinggalkan. Karena sosialisasi
doktrin agama kalah hebat dengan doktrin-doktrin diatas. Mereka mengunakan
segala sarana komunikasi untuk mengumandangkan doktrin-doktrin itu. Dan yang
sangat menarik adalah bahwa masyarakat percaya dengan doktrin itu, terbukti
dengan begitu banyak keputusan masyarakat melalui keputusan demokrasi, secara
mayoritas dimenangkan oleh sesuatu yang tidak rasional, meskipun pada akhirnya
mereka sendiri yang menerima akibat atas keputusan itu.
Kusut masai
itu adalah ketika berkali-kali kesalahan itu terjadi, namun berkali-kali pula
masyarakat tidak dapat memahami apa yang sesungguhnya terjadi, sehingga
terjadilah kesalahan yang berulang-ulang, dan pada gilirannya
keslahan-kesalahan bergeser pula menjadi suatu kewajaran karena tanpa disadari
akhirnya masyarakat memaklumi kesalahan itu dan telah beradaptasi dengan
kesalahan-keslahan tersebut.
“kusut masai”….
Maka benarlah sebuah ungkapan yang menyatakan “ Kesalahan yang dibiarkan, suatu
saat akan berubah menjadi kejahatan”. 14/04/2016
Duplicated content at harga samsung galaxy j
BalasHapus