Running Text - Dr. Rizal Akbar
Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil adalah doctor ekonomi islam terbaik universitas Trisakti Jakarta tahun 2016. Anak bungsu dari pasangan H. Akbar Ali (Alm) dan Hj. Aisyah (Almh) ini lahir di Sungai Alam, Bengakalis 12 September 1974. Menikah dengan Lestary Fitriany ST, ME yang merupakan Putri dari H. A. Nong Manan, yang merupakan tokoh masyarakat di Selat Panjang Kepulauan Meranti. Masa kecil dan remajanya dihabiskan bersama rekan-rekannya di SD Negeri 61 Sungai Alam, SMPN 3 Bengkalis dan SMAN 2 Bengkalis. Sarjan S1 Diselesaikannya di Universitas Riau, Pada Jurusan Matematika FMIPA, Tahun 1998. Menyelesaikan S2 di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Pada tahun 2007 dengan gelar Master Of Philosopy (M. Phil) yang selanjutnya mengantarkan beliau pada program Doktor di Islamic Economic dan Finance (IEF) Universitas Trisakti Jakarta yang diselesaikannya pada tahun 2016 dengan kelulusan Cumlaude, dan Doktor Ekonomi terbaik I.

Sabtu, 16 April 2016

Dicuri Sang Kapitalis

Gambar: animasi diambil dari http://indoprogress.com/
Semua sistem ekonomi menawarkan kesejahteraan dan kebahagian. Sistem ekonomi sosialis memandang kebahagian itu adalah kebersamaan dengan selogan "satu untuk semua semua untuk satu", sehingga tidak perlu ada kepemilikan pribadi dan kebesaan pasar, karena hal itu hanya akan melahirkan ketidak adilan dalam berekonomi. Berbeda dengan itu, kebahgian atau kepuasan hanya dapat terlahir dari kebebasan dengan memberikan kedaulatan yang penuh kepada pasar, hak-hak individu harus diutamakan, merupakan argumentasi dari sistem ekonomi kapitalis.

Kedua sistem itu merupakan arus besar dalam pertentangan idiologi Dunia, meskipun pada akhirnya pertentangan itu dimenangkan oleh kapitalis. Kapitalis telah merubah corak dunia melalu berbagai intrumen pendukungnya. Berawal dari sistem moneter yang berbasis bunga dan ilusi dengan Bank sebagai institusinya, kapitalis mencuri semua sisi kehidupan baik yang bersifat kolektif maupun individual.

Awalnya, kapitalis mencuri ayah dari anak-anak mereka, suami dari istri-istri mereka. Hal itu terjadi karena motivasi pertumbuhan yang tinggi dan budaya konsumsi yang besar, memaksa buruh untuk mengalokasikan waktu yang lebih ditempat kerja untuk meningkatkan petumbuhan dan pendapatan bagi sang buruh. Dengan demikian tentulah para buruh-buruh tersebut harus mengorbankan waktu untuk keluarga.

Ternyata itu saja belum cukup, kapitalis memaksa pula para wanita juga harus keluar bekerja guna kepentingan pertumbuhan itu dan memenuhi kebutuhan keluarga yang semakin hari semakin bergeser akibat tawaran kepuasan yang ditawarkan oleh sang kapitalis (hedonism). Pada kondisi ini dapat dikatakan bahwa keluarga sebaga entitas terkecil suatu bangsa sudah pula dicuri oleh kapitalis, sehingga wajar terjadi fenomena yang linier diantara tingkat pertumbuhan ekonomi dan perceraian rumah tangga.

Pencurian itu terjadi secara sistimik, meresap bagaikan api dalam sekam. Dia bergerak sangat cepat dan sangat lembut, meluluh lantakkan semua tatanan. Dengan tawaran kepuasan (utility) dia bergerak menghancurkan tatanan yang selama ini menyangga institusi sosial seperti keluarga, masyarakat dan agama.  Dia memang tidak mempersoalkan agama sebagai candu masyarakat sebagaimana sosialis komunis. "Namun dia pelan-pelan mencuri banyak orang dari agamanya, dan bahkan mencuri agama dari pemeluknya".

Sang pencuri itu sedang beroprasi terus disaat kita sedang tidur dan terjaga. Tinggal kini, kita yang harus menyadari apakah bagi kita Dia adalah pencuri atau, bagi sebagian orang merupakan motivasi meskipun dalam waktu yang panjang pada gilirannya bereka yang diuntungkan secara materi dari system itu akhirnya tersentak bahwa ternyata mereka kehilangan sesuatu yang lebih berharga dari materi yang mereka kumpulkan itu yakni “kebahagiaan”. (@RA.16/04/2016)