Takicuah di Nan Tarang

SahabatRiau
0
Tanpa mengetahui persis bagaimana syairnya, namun lagu berbahasa Minang ini diberi judul "takicuah di nan tarang". Minang Kabau memang meliki segudang kearifan dalam bertutur, sehingga tidak jarang istilah-istilah yang dilantunkan memiliki kedalaman makna. Inilah kekuatan masyarakat dengan kepiawaian penuturan. Sehingga petitih petatah Minang sampai saat ini masih bertahan dalam kehidupan budaya mereka.

Takicuah di nantarang adalah ungkapan untuk mempersonifikasikan sebuah keadaan tertipu dalam keadaan yang tidak mungkin untuk tertipu. Bahkan boleh jadi mereka yang tertipu itu berada dalam sebuah permainan sang penipu. Istilah ini berbeda dengan "tetipu tegak" dalam terminologi Melayu. Tetipu tegak, jelas posisi siapa  menipu  siapa. Takicuah di nan
tarang, memperlihatkan betapa liciknya sang penipu itu.

Sang Penipu mampu menutup mata mereka yang ditipunya, sehingga meraka merasa tidak dalam sebuah tipuan. Bahkan sangking lihainya, mereka yang tertipu tidak sedikitpun mengaitkan segala kesulitan yang dialami dengan sang penipu. Bahkan sebaliknya semua kesulitan akibat tipuan itu dialirkan dengan mendefenisikan sosok baru yang sesungguhnya tidak ada kena-mengena dengan tipu-menipu itu.

Barang kali itu yang menginspirasi dari istilah "takicuh di nan tarang", disaat membaca begitu banyak status dan komentar-komentar dalam jejaring sosial, istilah ini layak untuk diketengahkan. Berapa banyak hari ini mereka yang masih terlelap dalam tidurnya, tengah bermimpi tetang indahnya kebersamaan dan kedamaian disaat setitik demi setitik dan sejengkal demi sejengkal kebebasan dan kedaulatan mereka sedang direnggut dan dikuasai.

Lihatlah, saksikanlah dan rasakan secara nyata, karena fenomena sosial itu bukan tetang filosofis-teoritis namun ianya adalah nyata dan ada dalam hidupan. Boleh saja dia dirumuskan menjadi sebuah konsep atau teori, namun kenyataan adalah kenyataan. Maka sentakkanlah selimut kejumutan itu, lihat kenyataan, darimana kejahatan? Darimana penghianatan bermula? Siapa yang menghabiskan semunya yang nyaris tidak meninggalkan sedikitpun untuk generasi anak cucu kita. Siapa yang meletakan dirinya diatas hukum, sehingga hukum tidak mempan buat mereka.

Alihkan mata penglihatan dari muara ke hulu, bukan dipermukaan tapi didalaman nun jauh didasar sana, maka pasti   akan terlihat mana yang dicitrakan, dan mana yang sesungguhnya. Bangunlah dari tidur mu, tidak ada yang nyaman disana kecuali keterlenaan akibat sebuah keletihan. Letih mengayuh perahu rasionalitas yang senantiasa kalah dengan kenyataan. Letih menatang kebenaran yang ditumpahkan oleh kekuasaan. Letih mengawangi peradaban dan moral yang luluh lantak dimamah media.

Lantas, sudahlah jangan lagi menutupi secercah cahaya yang akan hadir untuk hari esok yang lebih baik. Jangan berkelit kelindan dengan bahasa dan gagasan yang menjulang kelangit. Jika tidak bersama mereka, maka beri laluan kepada mereka untuk membawa cahaya itu. Menghidupkan apa yang selama ini dimatikan. Mengumandangkan apa yang selama ini dibungkam.

Dumai, 13/12/16

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)