 |
Penyerahan Naskah Orasi Paradigma Baru Sejarah Kota
Dumai Kepada Wali Kota Dumai |
Pendahuluan
Putri Tujuh merupakan
catatan yang selalu diketengahkan tatkala mengawali sejarah Kota Dumai. Legenda
ini telah memberikan banyak inspirasi dalam kehidupan masyarakat di kota Dumai.
Namun sampai saat ini, belum ditemukan sejarah yang terang tentang kawasan
Dumai. Legenda Putri Tujuh, jelas bukan merupakan sebuah rentetan sejarah
tentang kawasan Dumai. Karena legenda itu selain tidak dapat dibuktikan secara
outentik, memiliki objek yang bersifat mistik serta tidak memiliki priodeisasi
yang jelas.
Penuturan sejarah satu
kawasan, hendaklah memenuhi kaidah dalam konteks ilmu kesejarahan. Dalam bahasa
Inggris, kata Sejarah berasal dari kata historia
yang berarti masa lampau; masa lampau umat Manusia. Dalam bahasa Arab sejarah
disebut dengan sajaratun (syajaroh) yang berarti pohon dan
keturunan, maksudnya disaat kita membaca silsilah raja-raja akan tampak pohon
dari yang terkecil sampai berkembang menjadi besar, maka hal tersebut sejarah
diartikan sebagai silsilah keturunan raja-raja yang berarti peristiwa
pemerintahan keluarga raja di masa lampau. Dapat dikatakan, bahwa sejarah
bukanlah hanya sebuah cerita tentang masa lalu. Namun cerita itu harus dapat
dibuktikan secara ilmiah, serta memiliki ketersambungan dengan kisah-kisah
lainnya.
Sejarah kota Dumai masih
misteri hingga saat ini. Legenda Putri Tujuh, selalu dianggap sebagai sejarah
kota Dumai. Padahal, tidak terdapat benang mereh diantara legeda tersebut
dengan sejarah kerajaan mana pun dikawasan ini, Sumatera apalagi nusantara.
Kerajaan yang paling mungkin di hubungkan dengan kawasan ini adalah kerajaan Siak
Sri Indra Pura yang bermula diabat ke 18 M, di Sungai Jantan Siak dan berakhir
di Kota Siak sekarang pada abad 20 M. Namun dalam catatan sejarah kerajaan
Siak, tidak terdapat satu pun bukti sejarah tentang legenda Putri Tujuh maupun kawasan
ini kecuali menyangkut pemberian gran tanah kepada Datuk Laksemana Bukit Batu
untuk perkebunan ubi dan industri tapioka di kawasan Bukit Datuk, dan itu pun terjadi
pada abad ke 19M.
 |
Pengurus Persekutuan Masyarakat Dumai Melakukan Kunjungan Makam Datuk Kedondong pada acara Ekpedisi dari Makam Datuk Kedondong Menuju Paradiga Baru Sejarah Dumai terlihat Dr. H. M. Rizal Akbar, Achtar Ewo dan Agoes S. Alam, 17/04/2016 |
Bertutur tentang legenda Putri
Tujuh, maka akan tersebutlah kerajaan Aceh kedalam cerita tersebut. Diceritakan
bahwa seorang putra Raja Aceh yang ingin mempersunting putri tujuh serta
hadirnya sosok“Umai” dari bangsa Jin yang menjadi ending cerita telah membunuh
putra kerajaan Aceh tersebut dengan senjata buah bakau, maka tersebutlah
kawasan itu dengan “Dumai”. Alur cerita ini tidak jauh berbeda dengan penuturan
legenda Kerajaan Gasib, di Kota Gasib Siak dengan Putrinya yang bernama Putri
Kaca Mayang. Legenda itu juga menceritakan prihal yang sama tentang lamaran
Putra Mahkota Kerajaan Aceh, yang berakhir dengan konflik dan perperangan.
Wallah
hua’lam, kedua kisah ini belum mampu terintegrasi dalam
bingkai sejarah yang ada sampai dengan saat ini. Akan tetapi apa yang menarik
adalah bahwa kedua legenda telah menuturkan tentang wujudnya kerajaan Aceh.
Artinya secara ilmiah dapat disimpulkan bahwa pembawa kisah telah mendengar
akan wujudnya sebuah kerajaan besar yang bernama Aceh. Ini membuktikan bahwa
ada pengaruh Kerajaan Aceh dalam kesejarahan di kawasan Dumai.
Makam
Datuk Kedondong & Sejarah Kota Dumai
Situs makam Datuk
Kedondong terletak di kawasan pelabuhan Dock
Yard Kelurahan Pangkalan Sesai Kota Dumai. Konon disebut makam Datuk
Kedondong, karena didekat makam ini pernah tumbuh sebuah pohon kedondong besar.
Tidak banyak catatan yang membahas tentang situs ini. Namun makam Datuk
Kedondong sudah sangat lama dikenali oleh masyarakat sebagai makam keramat.
Apa yang menarik dari
situs makam Datuk Kedondong adalah batu nisan pada makam tersebut. Batu nisan
makam Datuk Kedondong setelah diteliti dari sisi bentuknya merupakan batu nisan
Aceh. Dalam kajian tentang batu nisan Aceh, dijelaskan bahwa batu ini
berkembang pada abad 15 sd 18 M. Dan batu tersebut merupakan tradisi kesenian
yang telah tersebar dari wilayah Pattani (selatan Thailand), ke Malaysia,
Indonesia, dan Brunei. Di Indonesia, jumlah “batu Aceh” mungkin lebih dari lima
ribu buah. Di Semenanjung Melayu sendiri, sekitar 400 makam orang Islam yang
ditandai dengan “batu Aceh” dapat ditemukan hingga sekarang. Diselatan Thailand
dan di Brunei, jumlahnya beberapa puluhan buah (Otman Moh Yatim, 2009).
Adat kematian orang biasa
tidak disebut dalam sumber-sumber lokal. Terdapat informasi ringkas dalam
beberapa sumber Cina seperti Hai yü (1537), di mana tentang Melaka disebut
bahwa orang miskin membakar mayat, juga demikian orang kaya tetapi sebelumnya
jenazahnya diletakkan di dalam sebuah peti bersama kapur Barus (Groeneveldt,
1880: 128). Satu lagi sumber Cina, dari akhir abad ke-16 atau awal ke-17, juga mencatat
bahwa semua mayat dibakar (ibid.: 135; Han Wai Toon, 1948: 31). John Davis,
seorang pelaut yang berada di Aceh pada tahun 1599 mencatatkan bahwa orang
biasa dikebumikan (Purchas (ed.), 1905: 321-322).
Teks Bustan al-Salatin juga memberikan beberapa perincian menarik
tentang adat pemakaman raja dan tercatat di dalamnya bahwa sewaktu memerintah
di Aceh, Sultan Iskandar Thani memutuskan mengirim batu nisan ke Pahang untuk makam-makam
kerabat baginda. Selain itu, terdapat juga beberapa informasi mengenai batu
nisan sesudah kemangkatan Sultan Iskandar Thani di Aceh pada tahun 1641,
termasuk perhiasan berbentuk lapisan emas dan batu permata (Nuruddin al-Raniri,
1992: 45-46). Bustan al-Salatin siap tertulis oleh Nuruddin al-Raniri pada
tahun 1640 (1050 H.)( ibid.: xiv) yaitu 139 tahun sebelum teks Adat Raja-raja
Melayu.
Dari catatan sejarah
nisan aceh diatas, menyangkut makam Datuk Kedondong bila terbukti bahwa nisan
pada makam tersebyt adalah batu Aceh,
sebagaimana bentuknya, maka paling tidak dapat ditarik dua kesimpulan. Pertama, bahwa orang yang ada didalam
makam tersebut adalah orang-orang besar baik dari kalangan raja-raja, alim
ulama, keluarga dan keturunannya. Kedua, bahwa makam tersebut ada pada rentang
abad ke 15 sd 18 M.
Kerajaan
Aceh dan Sejarah Kota Dumai
 |
Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si M.Phil Menyampaikan Orasi
Paradigma Baru Sejarah Kota Dumai |
Bila kita kaitkan
diantara legenda Putri Tujuh dan Situs Makam Datuk Kedondong sebagaimana
diatas, maka sebuah kesimpulan yang yang dapat ditarik adalah adanya pengaruh kerajaan
Aceh, dalam kedua kisah tersebut. Pertanyaannya adalah, ada apa dengan kerajaan
Aceh dan sejauh mana iyanya memberikan akar sejarah untuk kawasan di Kota
Dumai.
Sejarah menyangkut
kerajaan Aceh sangat panjang, karena kerajaan ini merupakan salah satu epayer
terbesar di nusantara. Tidak ada catatan yang membuktikan bahwa Aceh pernah
berkuasa pada kawasan-kawasan di pantai timur Sumatera, karena dikawasan ini
terdapat sebuah kerajaan besar yakni kerajaan Haru di Sumatera utara, serta
sejarah juga mencatat bahwa kawasan pantai timur Sumatera dikawal oleh empayer
Johor.
Namun hubungannya dengan
keberadaan kawasan Dumai akan sangat masuk akal bila dikaitkan dengan gencarnya
Aceh Menyerang Malaka pada (tahun 1537, 1547, 1568, 1573, 1575, 1582, 1587, 1606).
Penyerangan Aceh terhadap Melaka pada tahun tersebut berawal dari jatuhnya kerajaan
Melaka ke tangan Portugis pada tahun 1511. Banyak sejarawan yang menyimpulkan gigihnya
Aceh dalam menyerang Melaka hanya disebabkan oleh penguasaan perdagangan di
kawasan Selat Melaka.
Namun mengapa perang
tersebut terjadi setelah Portugis meguasai Melaka. Sehingga menarik untuk
diamati, boleh jadi ada dorongan lain yang menyebabkan Aceh begitu gencar melakukan
penyerangan terhadap Malaka yang dikuasai oleh Portugis tersebut. Hipotesa
sejarah yang boleh dimunculkan bahwa perang tersebut dilatarbelakangi oleh
fahaman agama. Dimana Aceh dengan Islam yang kental mencoba menghambat gerakan
misionaris Kristen oleh Portugis pada waktu itu. Hipotesa ini memerlukan banyak
kajian sejarah untuk membuktikannya.
Terlepas dari itu, apa
yang menarik adalah bahwa serangan Aceh terhadap Portugis di Malaka dilakukan
dalam jarak waktu yang sangat rapat. Dengan jarak georafis Aceh ke Malaka yang
sangat jauh, sudah banyak tentu Tentara-tentara Laut Aceh memerlukan kawasan
berdekatan untuk membuat pangkalan-pangkalan sementara atau bangsal. Jika
dilihat dari sisi geografis maka kawasan yang paling mungkin dan tidak
berhadapan langsung dengan kawasan Malaka itu adalah kawasan Dumai. Jika
hipotesis ini benar, maka sangat memungkinkan untuk mengaitkan kejadian sejarah
ini dengan penamaan beberapa kawasan di kota Dumai, seperti Pangkalan Sesai dan
Bangsal Aceh.
Artinya boleh jadi
kawasan-kawasan ini pada waktu itu dijadikan sebagai pangkalan sementara oleh
Pasukan Aceh ketika mereka dipukul mundur oleh Portugis. Sangat masuk akal,
dengan jarak waktu penyerangan yang sempit seperti itu dan dengan jarak tempuh
Aceh-Malaka yang cukup jauh dengan kondisi sarana transportasi laut saat itu,
mereka tidak kembali kenegerinya di Aceh, namun melakukan persiapan-persiapan
dan pemulihan kekuatan tentaranya di kawasan Dumai. Sejarah memang belum pernah
melakukan pencatatan tentang ini namun wujudnya nama kawasan Bangsal Aceh,
Pangkalan Sesai serta Makam Datuk Kedondong merupakan bukti-bukti awal yang
sangat berkonstribusi dalam menyingkap sejarah kawasan Dumai diabad 15 sd 18 M
yang lalu.
Kesimpulan
Legenda Putri Tujuh telah banyak
mengilhami sejarah dan peradaban di Kota Dumai. Legenda tersebut memiliki makna
tersendiri, namun tidak dapat beralih menjadi sejarah kota Dumai. Akan tetapi,
penurunan legenda itu memberikan pesan sejarah bahwa terdapat pengaruh Kerajaan
Aceh dalam Akar sejarah di Kawasan ini.
2.
Batu Nisan pada situs makam Datuk
Kedondong dapat dikesankan bahwa merupakan batu nisan yang berasal dari Kerajaan
Aceh. Bila ini terbukti, maka paling tidak dapat ditarik dua kesimpulan. Pertama,
bahwa orang yang ada didalam makam tersebut adalah orang-orang besar baik dari
kalangan raja-raja, alim ulama, keluarga dan keturunannya. Kedua, bahwa makam
tersebut ada pada rentang abad ke 15 sd 18 M.
3. Terdapat banyak bukti yang dapat
dikemukakan bahwa keberadaan kawasan Dumai memiliki hubungan dengan peristiwa
penyerangan Aceh terhadap Malaka pada (tahun 1537, 1547, 1568, 1573, 1575,
1582, 1587, 1606). Karena sangat masuk akal, dengan jarak waktu penyerangan
yang sempit seperti itu dan dengan jarak tempuh Aceh-Malaka yang cukup jauh
dengan kondisi sarana transportasi laut saat itu, mereka tidak kembali
kenegerinya di Aceh, namun melakukan persiapan-persiapan dan pemulihan kekuatan
tentaranya di kawasan Dumai. Sejarah memang belum pernah melakukan pencatatan
tentang kenyataan ini, namun wujudnya nama kawasan Bangsal Aceh, Pangkalan
Sesai serta Makam Datuk Kedondong merupakan bukti-bukti awal yang sangat
berkonstribusi dalam menyingkap sejarah kawasan Dumai diabad 15 sd 18 M yang
lalu.