Selasa, 29 Maret 2016 | By: SahabatRiau

Menciptakan Orang Bukan Barang

Pendidikan saat ini mengalami pergeseran paradigm yang sulit. Paradigma itu sangat terpengaruh oleh perkembangan zaman yang semakin hari semakin sulit pula. Sebagai sebuah system terkadang pendidikan nyaris disamakan dengan sebuah mesin yang memproduksi sejinis barang tertentu. Analogi bahwa pendidikan seperti itu sesungguhnya tidak dapat dipersalahkan seluruhnya. Namun jika semua asumsi yang ada dalam mesin juga diasumsikan sama dengan system pendidikan, ini yang berakibat kepada kesalahan besar dalam arah pendidikan itu sendiri.
Tidak dapat dipungkiri bahwa ilmu manajemen membawa kita menjadi mudah. Mudah dalam melihat sejauhmana satu system organisasi itu berjalan dalam menuju tujuan yang telah ditetapkan. Standarisasi selain berpengaruh kepada kinerja system, juga berpengaruh kepada sebuah produk menjadi terukur dengan tepat serta sesuai dengan kualitas yang diperlukan.  Demikianlah halnya dengan menejemen pendidikan yang dijalankan saat ini di Indonesia baik pada tingkat dasar, menengah maupun tinggi.
Perubahan standar pengelolaan pendidikan di Indonesia malangnya lebih dipengaruhi oleh perkembangan kapitalisme dan globalisasi ekonomi yang menghendaki adanya standarisasi produk. Kegauan itu muncul disaat pendidikan harus menghadapi relitas yang memang berada dalam tatanan persaingan dengan pasar sebagai satu-satunya kedaulatan. Namun pada sisi lain, pembangunan pendidikan Nasional memiliki tujuan yang agung yakni mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pilihan kata cerdas dalam konteks tujuan pembangunan Nasional itu tentuk memiliki dimensi yang luas bukan sebatas pintar, tahu, pandai, boleh atau bias. Namun cerdas memiliki makna filosofis bahwa kepintaran itu atau pengetahuan itu dimiliki oleh manusia. Karena tidak asaing bagi kita saat ini dengan prangkat teknologi pintar (smart technology), tapi pastilah teknologi itu tidak akan memasuki ruang teknologi cerdas, karena kecerdasan hanya dimiliki oleh manusia.
Kecerdasan juga disandingkan dengan kata cendikia. Cerdik, bijak (dalam istilah melayu), cadik (dalam istilah minang), adalah asal kata kecerdasan. Terkadang cadik, digunakan untuk menunjukan kepada prilaku yang culas. Namun sesungguhnya cerdik adalah melaupau pengetahuan dan tidak terkandangi oleh batas rasionalitas. Orang pintar, adalah ketika dia dapat menguasai sebuah persolan dengan kemampuan menjelaskan (eksplanasi), memprediksi (ekspektasi) dan pengawalan . Namun orang cerdas melaupau itu, karena mereka mampu mengambil manfaat dari sebuah persoaalan.
Kecerdasan adalah sebuah lompatan. Itulah sesungguhnya fitrah kemanusiaan yang berbeda dengan makhluk lainnya, apa lagi barang produksi. Manusia memiliki tingkat adaptasi sehingga mereka mampu memenuhi ruang dalam kondisi apapun. Ketika pengetahuan yang dikembangkan manusia itu belum ada, mereka juga bisa hidup dan berkembang biak seperti yang kita saksikan saat ini, tidak ada satu jenis sepesies manusiapun yang punah, yang ada hanyalah pergeseran budaya dan membuktikan bahwa mereka beradaptasi.
Kemampuan manusia beradaptasi lebih disebabkan oleh kecerdasan dibandingkan pengetahuan. Namun dengan didampingi oleh pengetahuan, kecerdasan akan semakin berkembang dan menyebabkan manusia semakin gemilang sebagai makhluk paling sempurna dipermukaan bumi. Kegemilangan itu bergeser darizaman-kezaman yang selalu didefenisikan dengan peradaban. Artinya, pondasi awal peradaban adalah kecerdasan, meskipun apa yang selalu tampil dan mudah terukur dalam sebuah pradaban itu adalah pengetahuan dan teknologi yang melingkupinya.
Pandanglah Pyramid di Mesir. Sampai saat ini kekaguman akan peradaban itu tidak dapat terbantahkan. Semua peneliti dan ilmuan mengatakan bahwa benda itu adalah lambang peradaban tinggi dimasa itu. Namun, teknologi apa dan bagaimana iyanya dibangun merupakan teka-teki yang belum terjawab sampai dengan saat ini, karena semua temuaan penelitian tentang Piramid masih bersifat asumsi. Artinya, pengetahuan yang dikatakana sangat berkembang itu masih kalah dengan kecerdasan dimasa Mesir kuno itu. Karena yang pasti adalah, bahwa dengan kecerdasan. mereka mampu membangun Pyramid dimasa itu. Namun pengetahuan kita saat ini, jangankan untuk membangun pyramid sekokoh itu, menjawab pertanyaan bagaimana dan dengan teknologi apa Pyramid itu dibangun pun kita belum mampu.
Kembali kepada system pendidikan, menjawab kebutuhan kehidupan yang memang dikuasa sepenuhnya oleh pasar, adalah satu realitas. Namun jika kita pikirkan kembali, maka itulah kecerdasan kita dan generasi kita saat ini, yakni generasi manusia yang sangat lemah. Dulu bangsa manusia tanpa teknologi mampu mengalahkan binatang buas. Dimana binatang-binatang buas itutelah dibekali dengan segala sisi tubuh yang kokoh dan filing bertempur dan melemahkan musuh, sementara bangsa manusia tidak. Tapi ternyata bangsa manusia mampu bertahan dan bahkan berkembang biyak mengalahkan bangsa-bangsa hewan yang gagah itu.
Namun kini system pendidikan kita dengan segala ketakutan akan kehidupan yang semakin keras menawarkan seperangkan system untuk penyelamatan diri, namun bukan dari bangsa binatang buas, namun dari bangsa manusia yang serakah dengan spirit kapitalisme dan hedonism. Kemana arah pendidikan kita? “memanusiakan manusiakah”, atau menyiapkan manusia untuk menjadi makanan bagi manusia lainnya, jika itu yang terjadi benarlah jika dikatakan bahwa system pendidikan kita sama dengan mesin-mesin yang memproduksi barang bernama “manusia”

0 Comments:

Posting Komentar