Gambar: Penyerahan SK Alih Status oleh Prof. Dr. Dede Rosada (Direktur Diktis Kementerian Agama RI) kepada H. M. Rizal Akbar (ketua Yayasan Tafaqquh Fiddin Dumai, Jakarta 8 Desember 2014 |
Berawal dari Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Tafaqquh
Fiddin Dumai yang didirikan pada Tahun 1999 di bawah naungan
Yayasan Tafaqquh Fiddin. Melalui Surat Keputusan Dirjen Pendidikan Islam
Kementerian Agama RI Nomor: 6266 tahun
2014, tanggal 5 November 2014, STAI Tafaqquh Fiddin Dumai resmi naik status
menjadi Institut Agama Islam dengan tiga Fakultas yakni, Fakultas Tarbiyah dan
Tamaddun Melayu, Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum serta Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Islam.
Keinginan STAI Tafaqquh Fiddin Dumai untuk berubah
menjadi Institut, telah direncanakan sejak tahun 2010. Pada waktu itu keinginan
tersebut disambut hangat oleh DR. H. Mastuki HS, M.Ag, yang pada masa itu
menjabat sebagai Kasubdit Akademik dan Kemahasiswaan Direktur Pendidikan Tinggi
Islam Kementerian Agama RI pada temu ramah bersama sivitas akademika STAI
Tafaqquh Fiddin Dumai pada tanggal 15 Juli 2010 di hotel Grand Zuri Dumai.
Mastuki menganjurkan bahwa untuk meningkatkan status
menjadi Institut, perlu melakukan penambahan prodi dengan melihat potensi
prodi-prodi baru yang harus dikembangkan. Menurutnya, Pembangunan Masyarakat
Islam Pesisir (PMIP) dan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) adalah dua prodi yang
layak dikembangkan di STAI Tafaqquh Fiddin Dumai ke depan. Untuk mengembangkan
prodi tersebut beliau menganjurkan supaya banyak belajar dari pengalaman
beberapa Perguruan Tinggi Agama Islam lainnya di pulau Jawa.
Adapun cita-cita yang digariskan dalam peningkatan
status pada waktu itu adalah dalam rangka merespon perkembangan kota Dumai yang
semakin hari semakin berkembang dan menjadi lokomotif pembangunan, terutama
untuk kawasan Riau pesisir. Perkembangan
pembangunan kota yang begitu pesat tentu harus sejalan dengan peningkatan
sumberdaya manusia masyarakat terutama pada aspek sosial keagamaan. Untuk itu,
peningkatan status ini diharapkan dapat membekalkan para intelektual yang dapat
menyelaraskan diantara kebutuhan akan materialisme dan mental spritual.
Fenomena bahwa pembangunan industri dan perdagangan yang meningkat pesat namun
disatu sisi moralitas agama masih terhenti pada institusi-institusi ustadz dan
ustadzah yang pendidikan agamanya didapat dari kampung, mengakibatkan
perkembangan kedua sisi ini tidak singkron. Demikian dinyatakan Rizal
Akbar Ketua Yayasan Tafaqquh Fiddin,
pada pertemuan tersebut.
Rencana peningkatan status menjadi institut itu
ditargetkan terealisasi pada tahun 2020. Namun atas dorongan yang diberikan
oleh Diktis Kementerian Agama RI dan Kopertais Wilayah XII, maka pada tahun
2014 dengan diketuai langsung oleh ketua Yayasan Tafaqquh Fiddin Dumai Tim
persiapan institut bekerja menyusun proposal pengembangan program studi dan
peningkatan status. Pada 20 Mei 2014, Kopertais Wilayah XII mengeluarkan
Rekomendasi Nomor : 018.a/SK /K-XII/V/2014, tentang Alih Status STAI Tafaqquh
Fiddin menjadi Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin. Perjuangan tim alih status
Tafaqquh Fiddin mendapat respon dari Diktis Kementrian Agama RI yang diundang
untuk mepresentasikan kesiapan dan peluang peningkatan status STAI Tafaqquh
Fiddin Dumai menjadi Institut pada hari Kamis 14 Agustus 2014 di Hotel Ibis
Kemayoran Jakarta.
Peningkatan status bagi Rizal, bukan sekadar ganti
baju. Sejak tahun 2010, tekat peningkatan status itu telah dicanangkan, selari
dengan perubahan visi dalam menyongsong era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2015. Tekat untuk menjadi yang terdepan di pesisir pantai timur sumatera adalah
visi utama perubahan itu. Langkah awalnya adalah ketika STAI Tafaqquh Fiddin
Dumai menjadi tuan rumah Pekan Ilmiah Olahraga dan Seni (PIOS) ke-4 Perguruan
Tinggi Agama Islam Se Kopertais Wil-XII Riau dan Kepulauan Riau pada tahun
2013. Tema yang diusung adalah “Pembangunan Ekonomi Masyarakat Pesisir Pantai
Timur Sumatera”. Dan Rizal Akbar dipercayai sebagai ketua panitia penyelenggara
acara tersebut.
Rizal Akbar menekankan bahwa sebagai kawasan awal
nusantara yang mengilhami peradaban nusantra yang dicirikan oleh Islam dan
Melayu. Pesisir Pantai Timur Sumatera harus terdepan diera MEA. Untuk itu, IAI
Tafaqquh Fiddin Dumai harus mempersiapkan berbagai keunggulan. Baik dalam bidang pendidikan, penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat. Keunggulan itu diarahkan pada kajian peradaban
Islam dan Melayu, kajian dan pengembangan ekonomi yang berbasis pada struktur
perdagangan, keuangan, industri, jasa dan kelautan, serta pengkajian sejarah,
khazanah hukum serta kearifan local,
dalam epistimology tawhid.
Sebagai Ketua Yayasan Rizal Akbar telah meletakan
fondasi awal peradaban tersebut. Bahkan untuk mensosialisasi keberadaan Intitut
ini pada kancah internasional, Rizal Akbar dengan menggandeng pemerintah Daerah
Kota Dumai dan Islamic Economic & Finance Universitas Trisakti Jakarta
telah pula melaksanakan seminar internasional “Twelfth International Conference
Tawhid 2015, dengan tema “Maqasid As-Shari’ah And Al-Wasatiyyah” di Dumai pada
19 Agustus 2015 yang lalu.