Oleh : Drs. H. Pardi Syamsuddin, MA
Penelitian dilakukan tahun 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Masalah
Setelah Rasul wafat, tugas risalah dilanjutkan oleh
para ulama yang biasa disebut dengan waratsatul
anbiya. Ulama sebagai waratsatul
anbiya’ bertanggung jawab bagi terealisasinya ajaran agama dalam kehidupan
sosial serta dalam perilaku pribadi umat.
Sementara
itu agama tidak bisa dipisahkan dari masyarakat, karena disadari bahwa untuk
menentukan tujuan pembangunan suatu mayarakat serta prioritasnya bagi suatu
bangsa tidak bisa dilepaskan dari ruang lingkup moral-agama-yang merupakan
tempat berpijaknya suatu bangsa, bangsa
yang beragama[1].
Ini sesuai pula dengan keinginan Tuhan agar Wahyu merupakan manifestasi dalam
seluruh tata aturan alam, dalam proses sejarah, dan dalam kehidupan budaya
manusia[2].
Dalam kondisi yang demikian itu ulama dihadapkan
kepada kemampuan memberikan alternatif-alternatif yang relevan dengan
kenyataan-kenyataan kekinian, atau dengan kata lain ulama mendapat tantangan,
yaitu suatu keharusan untuk memberikan jawaban yang jelas menyangkut kepentingan
manusia dari berbagai aspek ruang kehidupan, terutama dalam rangka mencari
kesinambungan antara ideal agama dengan kenyataan sosial yang terdapat dalam
masyarakat.
Upaya untuk memberikan jawaban tersebut semakin penting karena, agama
merupakan faktor utama dalam mewujudkan pola-pola persepsi tentang dunia bagi
meraka. Dan dengan persepsi-persepsi itu manusia menentukan cara mendudukkan
dirinya di dunia ini[3],
atau sebagaimana yang diungkapkan oleh Mattulada, bahwa tindakan seseorang
dalam usaha atau kerja dapat didorong oleh agama yang dianutnya[4].
Begitulah agama telah menjadi sumber inspirasi ‘
Ugbah ibnu Nafi. Sewaktu berada di pantai Atlantik Magribi, dia bekata : “
wahai samudera, jika aku tahu bahwa ada tanah dibelakangmu, aku akan
menyeberangimu diatas punggung kudaku “. Itulah semangat spiritual yang telah
menemukan Allah dan kehendak illahi sehingga muncul kehendak untuk mengakhiri
pengasingan diri menuju msyarakat dan mencerahkannya seperti juga ungkapan Hayy
ibnu Yagzan, “.. dia mesti memotong batang-batang pohon menjadi sebuah rakit
untuk menyeberangi lautan, untuk mengakhiri pengasingan diri dan membuat
sejarah[5].
Nilai-nilai kejuangan agama Islam itulah yang telah
memberi semangat dan inspirasi kepada
Ugbah ibnu Nafi dan Hayy ibnu Yagzan untuk ikut campur dalam proses sejarah
serta mengubahnya sesuai dengan tata nilai illahi. Hal tersebut semakin sangat
vital dalam komunitas umat yang majemuk, seperti kemajemukan dalam memahami
modernisasi dan majemuk dalam penilaian ajaran keagamaan yang berhubungan
dengan akhirat (spiritual) dan keduniawian atau masyarakat.
Dalam rangka wawasan kemajemukan itulah, kontribusi
ulama perlu dilihat secara lebih mendalam dan lebih mendasar, karena kontribusi
ulama tersebut berkembang sesuai dengan perkembangan, keadaan, dan tuntutan
zaman. Dalam konteks kerajaan Inderagiri umpamanya, banyak ulama yang telah
memainkan peranannya, seperti Haji Marzuki yang mempelopori berdirinya
Perguruan Agama Islam (PAI). Beliau lulusan sekolah Islam al-Juned Singapura.
Di samping itu Haji Hamzah, beliau adalah khatib tetap mesjid Sultan.
Ulama pada masa kesultanan Inderagiri ada pula yang
berperan dalam organisasi sosial keagamaan, seperti muhammadiyah. Haji Abubakar
Abduh adalah ulama yang pertama kali mendirikan sekolah Muhammadiyah di Rengat.
Sekolah Muhammadiyah ini terdiri dari, Ibtidaiyah 3 tahun, Tsanawiyah 3 tahun
dan dilanjutkan Muallimin Muhammadiyah selama 5 tahun[6]
Berdasarkan uraian diatas, selanjutnya menarik
untuk diteliti lebih mendalam kontribusi ulama dalam kehidupan masyarakat Kota
Dumai, sebuah Kota industri dan multi etnis di Propinsi Riau.
1.2. Perumusan Masalah
Berangkat dari latar belakang masalah diatas, penelitian ini selanjutnya
berusaha menjelaskan kontribusi ulama dan hal-hal yang terkait di Kota Dumai dengan
perumusan sebagai berikut :
1.
Faktor apa yang mendorong kehadiran Yayasan Tafaqquh Fiddin di kota Dumai ?
2.
Dalam bentuk apa saja perjuangan Yayasan Tafaqquh Fiddin di kota Dumai ?
1.3. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui faktor
yang mendorong kehadiran Yayasan Tafaqquh Fiddin di kota Dumai.
2. Untuk mengetahui perjuangan Yayasan Tafaqquh Fiddin
di kota Dumai.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini bermaksud
mendiskripsikan , faktor pendorong
kehadiran Yayasan Tafaqquh Fiddin serta perjuangannya di Kota Dumai. Dan pendiskripsian ini sangat
berguna untuk :
1.
Dari segi kebijakan, penelitian ini akan memberikan berbagai macam
informasi yang dapat digunakan oleh pengambil kebijakan dalam pembangunan di
Kota Dumai.
2.
Dari segi teori keilmuan, penelitian ini akan menambah wawasan keilmuan
yang aktual sebagai bandingan dari keilmuan yang sudah mapan dan berkembang.
3.
Dari segi penelitian, hasil penelitian ini dapat dipandang sebagai fakta
ilmiah yang dapat dilanjutkan dalam studi yang lebih luas dan mendalam.
1.5. Teori dan Konsep
Operasional
Ulama adalah seseorang yang
mempunyai ilmu pengetahuan agama Islam dan dapat pengakuan masyarakat. Berilmu
saja tidaklah cukup tanpa ada pengakuan masyarakat. Pengakuan masyarakat muncul
apabila seseorang itu taat dan mengamalkan ilmu pengetahuannya[7].
Keberadaan ulama sangat penting, terutama dalam
meningkatkan kualitas umat sehingga umat Islam mempunyai kontribusi yang
positif, aktif, dan konstruktif dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara[8].
Mengacu kepada pengertian dan keberadaan ulama
tersebut, selanjutnya aspek yang dirancang untuk menggambarkan kontribusi ulama
di Kota Dumai adalah :
1.
Faktor yang mendorong kehadiran ulama ( Yayasan Tafaqquh Fiddin )
di Kota Dumai.
2.
Bentuk-bentuk perjuangannya ( Yayasan Tafaqquh Fiddin ) di Kota Dumai.
[2]. SW. Ahmed
Husaini, Sistem Rekayasa Sosial Dalam Islam,
penerjemah Ahmad Supardi Hakim et.al., (Jakarta, Proyek Pembinaan Prasarana dan
Sarana Perguruan Tinggi Agama / IAIN, Departemen Agama RI, 1986), h.3
[3]. Lihat
Soedjatmoko, Iman, Amal, dan Pembangunan,
dalam Agama dan Tantangan Zaman, (Jakarta, LP3ES, 1985), h.4
[4]. Lihat
Mattulada, Penelitian Berbagai Aspek
Keagamaan dalam Kehidupan Masyarakat dan Kebudayaan di Indonesia, dalam,
Mulyanto Sumardi (penyusun), Penelitian Agama, Masalah dan Pemikiran, ( Jakarta,
Sinar Harapan, 1982 ), h. 66
[5]. Lihat
Ismail Raji’ al-Farugi, Tauhid, (Bandung
: Penerbit Pustaka, 1995),. h. 39
[6]. Lihat
Ahmad Yusuf, dkk., Sejarah Kesultanan
Indragiri, Pekanbaru, Pemda Propinsi Riau, 1994., h. 186-187
[8]. Alamsyah
Ratu Perwiranegara, Islam dan Pembangunan
Politik di Indonesia, (Jakarta : CV. Mas Aagung, 1987), h. 236