Pembangunan
adalah satu istilah yang selalu digunakan untuk menyatakan suatu
kemajuan atau perkembangan. Di Indonesia istilah pembangunan dari
masa-kemasa mengalami pergeseran-pergeseran nilai dalam pemaknaanya. Masa
awal kemerdekaan, pembangunan lebih dikesankan kepada preses
idiologisasi penyatuan, pada masa itu keperluan akan semangat kebangsaan
menjadi orientasi utama dalam proses pembangunan. Karenenanya
terminologi pembangunan pada masa itu kalah populer dengan terminologi “perjuangan”.
Soekarno yang merupakan presiden Indonesia pertama pada masa itu lebih
membawakan ide-ide perjuangan dengan landasan idiologi filosofis yang kental.
Selanjutnya, masa orde baru yang dinahodai oleh Soeharto sebagai presiden Indonesia pada masa itu, menjadikan terminologi pembangunan sebagai sesuatu yang penting yang menyebabkan istilah pembangunan menjadi sangat popular, bahkan sampai beliau digelar dengan “Bapak Pembangunan”. Gelar
yang disandang sang presiden orde baru itu agaknya cukup beralasan,
karena pada masa itulah pembangunan di Indonesia mulai dilakukan secara
rasional dan terencana. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang merupakan
rencana pembangunan lima tahun (repelita) pertama sekali diperkenalkan dan dijalankan pada masa itu.
Meskipun
pembangunan telah terrancang dengan cukup baik pada masa orde baru,
namun diakibat faslsafah pembangunan yang tidak kokoh menyebabkan
pembangunan orde baru gagal dengan ditandai jatuhnya presiden Suharto
pada tahun 1997. Selain dari sisi falsafah, kegagalan orde baru itu juga
disebabkan oleh distorsi penggunaan istilah pembangunan yang terlalu
berlebihan, menyebabkan pembangunan menemui jalan buntu dan jauh dari
makna yang sesungguhnya.
Dipenghujung
priode orde baru, istilah pembangunan lebih banyak digunakan sebagai
alat politik kekuasaan. Dengan beralasankan kepentingan pembangunan,
hak-hak rakyat kecil tertindas, tanah digusur, kekayaaan daerah
dieksploitasi secara berlebihan-lebihan
dan banyak lagi hal-hal yang dilakukan, yang sesungguhnya bertentangan
dengan semangat pembangunan itu sendiri.
Seperti
yang terjadi di Provinsi Riau, hutan ulayat milik masyarakat adat yang
sangat sakral sekalipun, harus dikorbankan kepada pengusaha-pengusaha
guna dikuras hasil hutannya dan selanjutnya kawasan hutan itupun
dikonfersi menjadi kawasan perkebunan. Semua
ini dilakukan untuk alasan pembangunan nasional, tanpa memperdulikan
dampak kerusakan alam dan bahkan sedikitpun tidak mempedulikan
kepetingan masyarakat lokal.
Pasca
reformasi istilah pembangunan tidak marak lagi dibicarakan. Reformasi
sempat menjadi terminologi yang populer mengantikan istilah pembangunan.
Namun itu tidak lama, pada gilirannya istilah reformasipun menghilang
dari berbagai wacana karena dianggap tidak berhasil menyelesaikan permasalahan utama masyarakat yakni kemiskinan dan keterbelakangan.
Lepas dari fenomena pembangunan dan dialektika istilah pembangunan sebagai pengalaman indonesia tersebut, secara teoritis Ndraha
(1990) memberikan pengertian bahawa pembangunan bertalian rapat dengan
konsep pertumbuhan, rekonstruksi, modenisasi, westernisasi, perubahan
sosial, pembebasan, pembaharuan, pembangunan bangsa, pembangunan
nasional, pengembangan, kemajuan, perubahan terancang dan pembinaan. Dengan demikian tidak ada satu defenisi tunggal dalam menjelaskan tentang pembangunan.
Luasnya
cakupan ruang kajian pembangunan itu menyebabkan pembangunan menjadi
sebuah studi yang multi disipliner. Akan tetapi ketika dilihat dari
objeknya, maka studi pembangunan tidak lain adalah upaya dalam
menyelesaikan permasalahan keterbelakangan dengan mengunakan berbagai
pendekatan. Karena ianya berbicara mengenai keterbeakangan yang
dicirikan dengan ketidakberdayaan, ketergantungan, kebodohan, rendahnya
kesehatan yang semuanya bermuara pada kemiskinan. Kemiskinan yang dinyatakan disini tidak lain adalah dari sisi material dan anmaterial (harkat kemanusiaan). Ketika berbicara mengenai kemiskinan, maka pendekatan ekonomi selalu sesuatu yang menjadi sesuatu yang sangat dipentingkan. meskipun sesungguhnya pendekatan-pendekatan lainnya diluar ekonomi juga turut dilakukan.
Akibat
kebutuhan pembangunan yang cukup besar terhadap ruang ekonomi tersebut,
menyebabkan disiplin ilmu ekonomi pembangunan menjadi sebuah setudi
yang berkembang pesat. Ekonomi pembangunan adalah disiplin ilmu
tersendiri yang memiliki perbedaan dengan ilmu ekonomi, ekonomi politik
dan sosiologi ekonomi. Namun sesungguhnya ketiga ilmu ini merupakan elemen utama keujudan dari ekonomi pembangunan.
Ilmu
ekonomi memberikan tumpuan utama pada semua hal yang berkaitan dengan
analisis terhadap tindakan ekonomi terhadap segenap sumber daya langka guna
kemanfaatan sebesar-besarnya. Sementara ekonomi politik menekankan
kepada otoritas kekuasan dalam menentukan tindakan-tindakan ekonomi dan
begitupula halnya dengan sosiologi ekonomi yang coba menganalisis
fenomena ekonomi dari variabel-variabel sosial. Berbeda dengan itu
semua, ekonomi pembangunan menyajikan satu analisis tentang proses
pertumbuhan dan pendistribusian ekonomi dengan memperhatikan mekanisme ekonomi, sosial, politik dan kelembagaan yang terkandung dalam sektor suwasta maupun pemerintah/publik (Todaro:2000).
Pengembangan teori pembangunan konvesional sampai hari ternyata belum mampu menjawab secara utuh persoalan pemabangunan yakni keterbelakangan. Apa yang terjadi adalah bahwa pendekatan studi ekonomi pembangunan lebih bersifat materialistik. Sehingga belum mampu menyingkap keterbelakangan itu secara seutuhnya. Teori moderniasi yang merupakan rintisan awal teori pembangunan telah meletakan fahaman materialisme sebagai objek filosofis pembangunannya.
Secara
epistimologi teori modernisasi ini menghendaki bahwa kelangkaan
sumberdaya ekonomi yang terjadi pada masyarakat miskin itu harus diatasi
secara mandiri oleh masyarakat tersebut tanpa ada ketergantungan dari
masyarakat yang manapun. Selain itu teori ini, juga memahami bahwa
negara terbelakang harus banyak menimba pengalaman dari negara-negara
maju. Kemajuan
dan keterbelakangan sebuah negara menurut teori ini, diukur dari
indikator-indikator yang materialistik tersebut. Teori ini pada akhirnya
hanya mengantarkan manusia
menjadi sangat meterialistik dan bahkan hedonis. Dalam kondisi ini
kemiskinan menjadi bertambah parah karena tingkat kebutuhan orang-orang
kaya menjadi sangat tidak terbatas.
Teori
ketergantungan pembangunan agaknya mencoba melihat fenomena itu dengan
menyatakan bahwa proses pemodernan saja tidak cukup untuk melepaskan
masyarakat dari kemiskinan. Untuk itu teori ini secara radikal
menyatakan bahwa adanya orang miskin atau negara miskin disebabkan oleh
adanya orang kaya atau negara kaya. Sehingga
ketergantungan memang sengaja diciptakan sehingga kebutuhan orangkaya
yang tidak terbatas itu dapat dipenuhi oleh orang miskin dengan biaya
murah. Para penggas teori ini menganjurkan supaya negara-negara miskin
(sedang berkembang) untuk mengurangi tingkat ketergantungan mereka
terhadap negara-negara maju.
Anjuran
untuk mengurangi ketergantungan ekonomi itu sepertinya sulit dilakukan
menginggat bagi negara-negara sedang berkembang perdagangan
internasional masih merupakan satu kebutuhan yang mendasar dalam
pembangunan ekonomi nasional. Disamping itu teori ini pun dianggap lemah
oleh banyak pakar pembangunan karena objeknya yang kabur. Mereka
mengkeritik ketergantungan itu tidak terjadi pada setiap negara terhadap
setiap negara lainnya. Sehingga teori ketergantungan dipandang gagal
untuk menyelesaikan keterbelakangan dan kemiskinan masyarakat.
Kegagalan pendekatan-pendekatan pembangunan diatas sesungguhnya berpunca pada hakikat pembangunan sebagaimana dinyatakan sebelumnya yakni menyelasakan masalah keterbelakangan. Sementara itu keterbelakangan itu berada pada duasisi yang selalu bertentanggan diantara materi
dan anmaterial (harkat Kemanusiaan). Materi diperlukan guna
mempertahankan proses kehidupan dan anmaterial seperti kemerdekaan,
moral, spiritual, budaya, etika dan estetika pula merupakan prangkat
dasar bagi manusia dalam mengaktualisasikan kehidupan kemanusiaannya
itu, yang juga dapat dinyatakan dengan harkat
kemanusiaan. Keduanya sangat penting dan saling mengisi serta
membatasi. Untuk itu kelemahan teori pembangunan selama ini adalah
ketika pembangunan hanya bertumpu kepada materi dan meninggalkan
sisi-sisi yang lainnya.
Kondisi
yang ideal sesungguhnya adalah penyatuan diantara pemenuhan kebutuhan
materi dan harkat kemanusiaan itu secara bersamaan dan seimbang.
Keseimbangan diantara keduanya itulah yang menjadi wacana dalam ekonomi
Islam. Berkembangnya wacana ekonomi Islam saat ini sesungguhnya dapat menjawab kegagalan pendekatan pembangunan sebagaimana diatas. Perbedaaan diantara ekonomi Islam dengan ekonomi konvensional itu terletak pada falsafah ekonominya. Sehingga dengan perbedaan itu, akan juga berdampak kepada praktek dalam berekonomi. Ekonomi Islam secara philosofi berorientasi pada falah (kebahagian) sementara ekonomi konvensional berorientasi pada materi (kebendaan). Selain itu, dari aspek keadilan dalam berekonomi juga terjadi perbedaan. Bila kita simak Surat Al-Baqarah ayat 275, di sana Allah SWT Menyatakan bahwa, ” Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Bila kita pahami ayat ini, maka dalam peraktek ekonomi Islam secara philosofi tidak membolehkan adanya ketidak adilan ekonomi (pengzholiman) dan falah sebagai orientasi ekonomi Islam hanya dapat diraih dengan jalan ”diusahakan” atau dengan kata lain tidak boleh ada prinsip ”uang mencari uang tanpa kerja ”. Bila dalam konteks jual-beli, nilai lebih atau yang disebut keuntungan adalah hasil dari usaha.
Beberapa ulama terdahulu mendefenisikan keuntungan ini dengan ”konpensasi”. Sementara riba’, juga berorientasi pada nilai lebih namun bedanya adalah nilai lebih itu lazim disebut dengan ”bunga”.
Bunga, tidak dapat disamakan dengan konpensasi, karena ianya dihutung
pada masa awal dan sang kreditur tidak memiliki resiko atas kerugian
usaha yang diderita oleh sang peminjam. Sementara dalam ekonomi Islam harus berlaku prinsip profit-loss Sharing atau bagi hasil (Mudharobah).
Sekilas
pemikiran ekonomi Islam diatas jelas memperlihatkan bahwa pendekatan
ekonomi Islam tidak terhenti hanya pada materi namun ianya harus
berlanjut sampai kepada tingkat kebahagiaan. Terminologi kebahagian bagi
manusia sesungguhnya bukanhanya
sebatas memiliki dan atau menikmati, kebahagian adalah etika dan
sekaligus estetika yang berkaitan dengan lahir dan batin. Dengan
demikian ekonomi Islam adalah solusi alternatif atas kegalauan
pendekatan pembangunan yang sampai saat ini tidak menemukan titik
penyelesaiannya. Untuk itu sains pembangunan harus dikembalikan lagi
kedalam bingkai falsafah pemikiran pembangunan yang benar yakni
penyelerasana diantara materi dengan kemanusiaan itu sendiri.