Rizal Akbar Terima Anugrah Satria Pujangga Bangsa tahun 2025
Assoc Prof Dr.H.M. Rizal Akbar, M.Phil terpilih sebagai penerima Anugrah "Tokoh Adat Dan Budaya Nusabtara
Rizal Akbar Terima Anugrah Hang Tuah DMDI
Anugrah diserahkan langsung oleh TYT Tun Seri Setia Dr. Hj Mohd Ali Bin Rustam
Rizal Akbar Terima Anugrah KRH Dari Kraton Surakarta Hadininggrat Solo
Assoc Prof Dr. H. M. Rizal Akbar, M.Phil mendapat gelar Kanjeng Raden Haryo (KRH) Dwijobaroto Dipura dalam sebuah helat yang digelar Kraton Surakarta Hadiningrat.
Rizal Akbar Ikut Dilantik Menjadi Pengurus DPP IAEI 2025-2030
Ketum IAEI Pusat yang Juga Menteri Agama RI, Prof Dr KH Nazaruddim Umar MA: Sinergi Wujudkan Indonesia Pusat Ekonomi Islam Dunia
Rizal Akbar Pembicara Pada Seminar Internasional Pesisir Selat Melaka
Bentangkan Rekonstruksi Sejarah Ekonomi Maritim Selat Melaka Pada Forum Seminar Internasional di UiTM Shah Alam Malaysia
Sabtu, 20 Agustus 2016
Negara Bangsa : Sebuah Kontemplasi 71 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia (Bagian2)
By SahabatRiau Agustus 20, 2016
Bagian 2
Sejarah negara bagsa selalu mencatat
tentang gerakan-gerakan heroic yang dilakukan menjelang kelahiran satu negara
bangsa, hal ini didefinisikan dengan perjuangan kemerdekaan. Konsep perjuangan selanjutnya berkonstribusi pula pada apa yang disebut
dengan “pahlawan”. Seorang pahlawan selalu dikaitkan dengan segala upaya yang
mereka lakukan untuk tegaknya perubahan menuju kepada tatanan baru yakni
“negara bangsa”. Artinya para pahlawan kemerdekaan itu adalah orang-orang yang
berbeda dengan zamannya. Mereka bukanlah orang yang hidup nyaman dengan keadaan
dimasa mereka, meskipun merka memiliki kemungkinan untuk dapat menikmati
kehidupan yang nyaman dimasa itu. Seorang pahlawan seharusnya merupakan orang
yang aneh dimasanya, yakni orang-orang yang tidak berdamai dengan relitas.
Indonesia adalah sebuah negara
bangsa yang diproklamasikan oleh Soekarno dan Hatta pada17 Agustus 1945. Negara
bangsa ini sangat sempurna, dengan tanah air yang satu, bangsa yang satu dan
bahasa yang satu. Inilah yang membedakan dengan bangsa-bangsa lainya di dunia.
Ada negara dengan banyak bangsa, ada bangsa yang tidak memiliki negara.
Indonesia telah digagas oleh para founding father kita pada tahun 1945
sebagi negara dengan konsep kesatuan dan penyatuan. Dalam konteks kepelbagaian
budaya maka muncul semangat “bhinneka tunggal ika”.
Kamis, 18 Agustus 2016
Negara Bangsa : Sebuah Kontemplasi 71 tahun Kemerdekaan Republik Indonesia
By SahabatRiau Agustus 18, 2016
(Bagian 1)
Perubahsan sosial
merupakan sebuah teori dalam sisiologi yang untuk pertama kalinya dikemukakan
oleh Ibnu Khaldun. Konsep ini menjelaskan hasil pengamatannya terhadap bangsa Badui
yang hidup di gurun pasir secara berpindah-pindah di jazirah Arab. Menurutnya,
perubahan social pada masyarakat Badui itu melalui empat pase yakni pase perjuangan
merebut kekuasan, pase mempertahankan kekuasaan. Pase kejayaan dan terakhir
pase kejatuhan kekuasaan.
Ibnu Khaldun menegaskan bahwa pase-pase perubahan sosial itu akan ditentukan oleh variabel ruang dan waktu, namun perubahan itu bersifat terus, kontinu dan siklus. Dengan paradigma inilah agaknya Kita dapat mengatakan bahwa "sejarah pasti berulang". Pengulangan sejarah menurut Ibnu Khaldun dapat terjadi dengan ciri dan karakter sosiologi yang sama. Paradigma ini mengantarkan kepada teori sejarahnya Ibnu Khaldun yang lebih melihat sejarah sebagi sebuah proses transmisi kerifan atas sebuah tamaddun manusia, pada tiap-tiap priodeisasi sejarah. Sementara Karl Marx, dengan pendekatan sosiologi konfliknya melihat sejarah sebagai pertentangan antar kelas.
Adalah negara bangsa (nation state) yang merupakan proses
perubahan sosial dari imprialisme dan kolonialisme. Negara bangsa lahir dari
sebuah gagasan “kemerdekaan”. Gagasan ini merupakan negasi dari
“penjajahan”. Penguasaan satu bangsa terhadap bangsa lain adalah bentuk dari
penjajahan. Imprialisme dan kolonialisme dalam konteks negara bangsa adalah
penjajahan. Maka negara-negara bangsa harus keluar dari kedua kondisi tersebut
jika ingin menjadi merdeka. Namun sudah sejauh mana negara-negara bangsa yang
telah mendeklarasikan kemerdekaannya itu telah terbebas dari kedua penguasaan
tersebut adalah sebuah kenyataan pahit bagi banyak negara-negara bangsa di
dunia.
Tidak sedikit negara
bangsa yang lahir hanya sebagai proses salin baju menuju kepada penjajahan baru. Ini sebuah keniscayaan, ketika negara bangsa lahir bukan berarti
imprialisme mati. Imprialisme terus hidup dalam berbagai bentuk baru. Memanglah
dia tidak mungkin lagi berwujud seperti empayer Romawi dan Persia. Tapi
kehadirannya masuk dalam sendi kehidupan masyarakat dunia baik pada sektor ekonomi,
sosial maupun budaya.
Kita merdeka secara
toritorial, namun terjajah dari sisi ekonomi, disaat negara nyaris tidak
memiliki kewenangan sedikitpun mengatur ekonomi guna menyelamatkan masyarakat
kecil. Sebagaiman tujuan awalnya mensejahterakan kehidupan rakyat. Bahkan negara
terpaksa menguras keringat rakyatnya melalu pajak, serta pungutan lain seperti
BPJS hanya sebuah alasan fiscal. Dan dengan alasan fiscal juga negara dipaksa
menerima kejahatan dari pemilik modal besar yang bertahun-tahun tidak mau
membayar pajak, namun terlindungi oleh oknum-oknum atas nama negara juga dengan
melakukan pengampunan pajak.
Belum lagi banyak negara bangsa yang harus menerima kenyataan bergantung harap dengan mata uang yang tidak pernah berhenti dengan inflasi. Kenyataannya bahwa defisa negara, perdagangan luar negri, hutang luar negeri serta transaksi internasional lainnya harus mengunakan Dolar Amerika. maka wajar saja bila inflasi di Zimbabwe mencapai 500 milliar persen pada tahun 2008.
Selain itu, negara bangsa juga
sangat rentan dengan pergeseran sosial budaya akibat penetrasi budaya luar yang
dikomunikasikan secara masal serta disosialisasikan dengan segala kecanggihan
teknologi informasi. Sistem pendidikan sebagai benteng penetrasi kebudayaan di
bayak negara bangsa seperti tidak cukup
ampuh untuk menangkal perubahan tersebut. Akibatnya tidak sedikit negara-nagara
bangsa yang gagal dalam menanamkan semangat kebangsaanya.
Minggu, 07 Agustus 2016
Ontologi Diklat Penelitian
By SahabatRiau Agustus 07, 2016
![]() |
| Prof. Dr. H. M. Atho Mudzhar |
Metodologi penelitian menurut Prof Atho merupakan integrasi dari teori dan pengukuran realitas. Teori sosial menurutnya tidak ajek seperti pada pengetahuan kealaman. Sehingga beliau tidak terlalu menguatkan pada feodalitas teori yang mendefenisikan adanya grant, midle dan small teori. Menurutnya teori itu dapat saja berubah-rubah akibat dari perkembangan penelitian yang dilakukan dalam bidang kajian tersebut.
![]() |
| Kualitatif jadi gini ya....."Mahal" |
![]() |
| Bersama Dr. Molyamin Aini |
![]() |
| Dr. Adlin Sila, MA |
![]() |
| Dr. Fahriati |
Bersambung......




















