Berawal dari upaya menerangi jalan menuju Masjid dan Mushalla, dalam rangka meningkatkan ibdah diakhir-akhir Ramadhan yang memiliki nilai pahala yang melimpah ditambah dengan hadirnya satu malam pada rentang itu yang pahalanya bagi orang beribadah pada malam tersebut sama dengan 1000 bulan. Malam itu disebut dengan malam Lailatut Qadar. Mativasi ibadah yang tinggi pada malam-malam yang gelap dipenggujung bulan tersebut menyebabkan para ulama kampung pesisir selat Melaka pada masa itu berinisiatif untuk menerangi kampung terutama jalan-jalan menuju Masjid dan Mushala serta perkarangan Rumah dengan memasang pelita yang berbahan bakar minyak tanah, maklum pada masa itu jaringan listrik belum tersedia.
Pemasangan pelita-pelita itu pada mulanya selain sebagaimana tujuan diatas, namun berkembang pula mitos bahwa penerangan jalan serta perkarangan rumah berkaitan dengan kepercayaan bahawa diakhir-akhir Ramadhan itu, arwah orang-orang tercinta yang telah berpulang kerahmatullah, akan kembali mengunjungi keluarganya. Sehinga diperluka penerang jalan sehingga mereka tidak kesulitan menemui kediaman-kediaman dulu semasa hidupnya. Mitos ini diera 80an kebahwah sangat diyakini oleh masyarakat yang pada masa itu lebih bercorak Islam spritual. Namun tidak untuk saat ini dimana masyarakat muslim yang sudah sangat rasional.
Mitos kembalinya arwah dimalam akhir-akhir Ramadhan sepertinya dikisahkan dengan tujuan yang juga berkaitan dengan ketaatan dan memperbanyak amal shaleh keluarga, dengan motivasi bahwa amal ibadah tersebut sangat disukai oleh para penghuni kubur. Sehingga jika ahli keluarga mencintai kawlanya yang telah meninggal maka mereka harus memperbanyak amal ibdah jelang akhir-akhir Ramadhan.
Lampu Colok awalnya belum ada formasi bentuk-bentuk yang mengambarkan masjid atau yang lainnya dari pemasangan pelita tersebut. Di era 80an kebawah pelita-pelita itu disebar dengan mengunakan penahan kayu dengan bagian atasnya diberi alas untuk meletakan pelita dan ada juga yang mengunakan paku untuk menyangkut pelita.
Pelita pada awalnya terbuat dari botol kaca bekas, dan selanjutnya juga digunakan bekas kaleng minuman kemasan. Namun ada pula yang mengunakan bambu atau buluh, baik yang dipacakkan langsung ketanah maupun dibuat formasi Melintang dengan sumbu yang berjejer dipermukaannya.
Akibat dari hidupnya lampu-lampu yang banyak dimalam hari sejak 27 Ramadhan sampai dengan malam 1 Sawal itu, menarik perhatian bagi masyarakat untuk keluar rumah untuk menikmati cahaya lampu tersebut. Kemerihan itu lama- kelamaan menyebabkan Colok menjadi cita rasa budaya tersendiri bagi kawasan pesisir selat Melaka jelang Idul Fitri setiap tahunnya.
27 Ramadhan 1444 H
H. M. Rizal Akbar