Running Text - Dr. Rizal Akbar
Dr. H. M. Rizal Akbar, S.Si, M.Phil adalah doctor ekonomi islam terbaik universitas Trisakti Jakarta tahun 2016. Anak bungsu dari pasangan H. Akbar Ali (Alm) dan Hj. Aisyah (Almh) ini lahir di Sungai Alam, Bengakalis 12 September 1974. Menikah dengan Lestary Fitriany ST, ME yang merupakan Putri dari H. A. Nong Manan, yang merupakan tokoh masyarakat di Selat Panjang Kepulauan Meranti. Masa kecil dan remajanya dihabiskan bersama rekan-rekannya di SD Negeri 61 Sungai Alam, SMPN 3 Bengkalis dan SMAN 2 Bengkalis. Sarjan S1 Diselesaikannya di Universitas Riau, Pada Jurusan Matematika FMIPA, Tahun 1998. Menyelesaikan S2 di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM). Pada tahun 2007 dengan gelar Master Of Philosopy (M. Phil) yang selanjutnya mengantarkan beliau pada program Doktor di Islamic Economic dan Finance (IEF) Universitas Trisakti Jakarta yang diselesaikannya pada tahun 2016 dengan kelulusan Cumlaude, dan Doktor Ekonomi terbaik I.

Rabu, 22 Maret 2017

Perspektif Tentang Konflik

Foto: diskusi dengan kanit intel Pores Dumai, seputar
Kamtibmas dan isu sosial, politik dan keagamaan
Kampus IAI Tafidu, 22 Maret 2017
Pengetahuan bersifat mengarahkan. Anggapan sepantasnyalah memerlukan pembuktian dan atau kepahaman. Pemahaman yang mendalam pada sesuatu mengantarkan kepada kebenaran dalam bersikap. Namun begitu pula sebaliknya. Salah dalam memahami sesuatu sering kali membawa kepada sikap yang salah dan membahayakan.

Ada banyak konflik dan pertentangan. Perbedaan dalam warna, wacana, citarasa, gagasan bahkan idiologi yang terjadi saat ini, seakan memenuhi jagat raya kita. Sentimen agama, ras dan suku kini seakan mengeliat dan mengemuka seolah ada sesuatu yang salah dengan rekatan kebinekaan kita.

Bukan itu saja, jatah ekonomi tak jarang menjadi punca bahkan selalu jadi penyebab utama. Distribusi yang timpang dengan sistem penjatahan kapitalis yang hanya berpihak kepada pemilik modal, menyebabkan jurang yang semakin dalam. Politik sebagai transformasi kekuasaan yang diharapkan menengahi ketimpangan itu tiba-tiba malah membela sang kapitalis untuk semakin memeras keringat golongan the have not. Sehingga kondisi kemiskinan semakin terpuruk dalam kenyataan yang memprihatinkan.

Tidak terlalu jauh dari wacana diatas, persoalan itu pulalah yang dihadapi oleh kota Dumai saat ini. Dengan berbasis industri, jasa dan perdagangan sebagai struktur utama ekonominya, kota ini menjadi sangat terdepan di provinsi Riau. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi terbukti tidak berpengaruh positif kepada peningkatan kesejahteraan masyarakatnya.  Bahkan kesulitan mendapatkan lapangan pekerjaan bagi banyak warganya, mengingatkan pada bidal Melayu " Ayam mati di lumbung padi".

Nyaris tidak ada agenda yang tegas dapat meleraikan masalah tersebut. Industri terus berkembang dan produksi meningkat laju, penderitaan masyarakat tidak ada yang peduli. Pekerja datang silih berganti, para profesional dan buruh kasar diangkut sekali, sehinga nak jadi kuli dikampung sendiri harus pula jumpa pungli.

Agaknya inilah puncanya kegaduhan itu. Meminjam pendapat Karl Mark dan Hegel yang hanya percaya bahwa materi adalah segalanya, maka gaduh ini berpunca dari itu. Ketika distribusi ekonomi yang timpang, ketika sumber ekonomi yang sulit diakses dan ketika semuanya hanya untuk tumbuh dan tumbuh. ***