Sabtu, 04 Februari 2017 | By: SahabatRiau

Besar vs Banyak

Berkali-kali teriakan itu terdengar, gemuruh suara pekikan "perubahan". Masa berganti, rezim berubah. Entah itu instrumenya, yang pasti hanya disitu perubahan itu terjadi. Yang diganti keberatan untuk turun, yang ingin menggantikan dengan libido yang memuncak. Semua sekatan tak berarti, semua norma hanya cerita

Politik menjadi raja ditengah rimba raya yang tak bertepi. Semua larut dalam cengramannya. Tidak lengkap membahas sesuatu tampa kehadirannya. Bak sang primadona, dia mengambil semuanya dan menghabiskannya dalam kemaruk yang tak berkesudahan. Ilusi dan mimpi menjadi satu didalamnya. Serius atau candaan sama saja dalam dekapan sang penabur mimpi ini.

Tidak boleh jera atau bahkan memusuhinya, karena bukan disitu kesalahanya. Kolektifitas yang hampir homogen dalam cara yang sama, bukanlah kehendaknya. Tapi pilihan para pelaku politik itu sendiri yang letih memegang prinsif yang hanyud dalam godaan sang pesona dunia. Suguhan dunia yang  semakin mengasikan, adalah alasan fundamnetal mengapa semua terpleset ditempat yang nyaris itu-keitu saja.

Homogenitas adalah sekanario. Setingan dua arah yang selalu berlawanan, bak surga dan neraka. Yang kuat mengalahkan yang lemah. Kuat atau lemah tergantung pada semua posisi dan sumberdaya yang mengitarinya dan bagaimana iya memaknai dunianya. Demokrasi memang tetang suara terbesar, tapi banyak belum tentu menang, dan sedikit belum tentu kalah.

Besar agaknya berbeda dengan banyak. Besar, adalah tentang bobot dan banyak adalah tentang hitungan. Maka berbobot lebih diutamakan, karena dengan itu dia biasa meraih banyak. Bobot kekuasaan, modal dan sdm adalah instrumen kemenangan itu. Banyak akan terbenam dalam gemuruh yang tak pasti dan gegap gempita yang sulit diartikan.

Sebuah kontemplasi terbuka, Ahad, 5 Februari 2017

0 Comments:

Posting Komentar