Jumat, 30 Desember 2016 | By: SahabatRiau

Nama, Karya dan " Sang Pendusta"

Meskipun sering diungkapkan, apalah arti sebuah nama. Namun kenyataannya manusia perlu dengan pengakuan. Pertanyaannya adalah kepada siapa pengakuan itu diberikan dan siapa-siapa pula yang mengakuinya akan sulit ditentukan bila nama tidak ada artinya. Biasanya muncul istilah si Anu, untuk nama yg tidak dikenal itu.

Nama merupakan entitas simbolik atas sebuah diri. Sehingga nama selalu melekat dengan sang pemilik nama tersebut. Dengan demikian, nama bukanlah sebatas pembeda seorang dengan orang lainnya. Meskipun ada nama yang sama. Namun nama seseorang selalu unik. Dan keunikan ini hanya dirasakan oleh sang pemilik nama tersehut.

Wajar bila Islam mengajarkan pentingnya tugas orang tua untuk memberikan nama kepada anaknya. Nama adalah doa, sehingga nama perlu baik, supaya kehidupan menjadi baik. Namun itu bukan berarti kebaikan akan datang begitu saja kepada mereka yang memiliki nama yang baik. 

Perlu proses dan perjuangan seseorang untuk menjadi sukses, apa lagi menjadi terkenal dengan berbagai prestasi atau keunggulan (punya nama). Inilah yang disebut dengan pengakuan. Pengakuan sangat diperlukan dalam sistem sosial mana pun. Pada masyarakat normal pengakuan diberikan kepada mereka yang memiliki prestasi atau kelebihan (suprioritas). Dalam konteks struk fungsional pengakuan itu diwujudkan dalam bentuk penghargaan. Lebih jauh dari itu struktural simbolik bahkan mengaktulisasikannya melalui simbol-simbol tertentu, bahkan simbol-simbol itu memiliki pengaruh tertentu bagi masyarakat.

Namun apa yang menarik adalah disaat dunia mengeliaat dalam sistem komunikasi dan informasi yang memuncak, terjadi kegalauan dalam menterjemahkan simbol-simbol yang ada dalam masyarakat terutama pada masyarakat alam maya. Kini simbol lebih berfungsi sebagai alat pencintaraan dan Pengesanan. 

Akibatnya terjadilah perebutan-perebutan simbol yang secara otomatis meninggalkan makna atau fungsi yang terkandung dalam simbol tersebut. Kini banyak orang yang demam  populeritas, terkenal dan diakui. Maka tidak heran bila dunia maya gegap gumpita dengan postingan status dan publikasi sosial media yang mengumandangkan tentang Aku dan Aku.

Keletihan berproses, terjawab sudah dengan kehadiran sosial media ini. Mereka yang sesungguhnya tidak melakukan apa-apa cukup meposting aktivitas tertentu, atau mengunakan simbol tertentu yang dikuatkan dengan dokumentasinya foto atau video, sudah cukup  untuk menyampaikan kepada khalayak,tentang siapa dia dan seperti apa seharusnya dia diposisikan dan diakui oleh masyarakatnya. Memang bukan berati tidak ada hal yang sesungguhnya disana. Namun wajah-wajah pencitraan jauh lebih unggul dari pada fakta yang sesungguhnya.

Cari nama tanpa karya, merupakan fenomena yang ada pada masyarakat kita. Bukan tanpa resiko, mereka yang melakukannya selalu harus siap dengan seperangkat kebohongan demi kebohongan untuk menutupi apa yang di kesankannya. Sehingga boleh jadi sepanjang hayatnya akan selalu bergandengan dengan kebohongan demi kebohongan. Padahal, hukum masyarakat sudah siap didepan mata, tinggal menunggu kapan kebohongan itu terbongkar dan sang pencitra itupun  akan disebut sebagai."Sang pendusta".

Roro Begkalis-Pakning 30/12/16


0 Comments:

Posting Komentar